Ade Komarudin Siapkan Kuasa Hukum terhadap Putusan MKD
Legislator yang akrab disapa Akom itu menegaskan, dirinya tak mempermasalahkan masalah jabatan. Jabatan menurutnya adalah amanah.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua DPR Ade Komarudin akan melakukan upaya hukum terkait putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
MKD menjatuhkan hukuman ringan kepada Ade atas dua kasus yang dilaporkan oleh anggota Dewan.
Menurut Ade, dalam putusan tersebut ada unsur penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.
Politisi Golkar ini sudah menyiapkan kuasa hukum untuk mengkaji langkah yang bakal ditempuh.
"Mereka (kuasa hukum) akan melakukan langkah dalam beberapa hari. Dan langkahnya saya lihat dengan berbagai jurus, berbagai segi. Ada hukum administrasi negaranya, hukum pidana, perdata," kata Ade saat ditemui di kediaman dinasnya di Widya Chandra, Jakarta Selatan, Minggu (25/12/2016).
Ia mengaku menyerahkan sepenuhnya langkah yang bakal ditempuh kepada tim kuasa hukum.
"Biarkan mereka yang mengerti. Para pengacara serius mendalami itu, banyak pengacara muda. Bahkan belum kawin. Saya kan enggak bisa bayar mahal," selorohnya.
Legislator yang akrab disapa Akom itu menegaskan, dirinya tak mempermasalahkan masalah jabatan. Jabatan menurutnya adalah amanah.
Ia menyerahkan sepenuhnya kepada rakyat untuk menilai apa yang terjadi.
Dalam kesempatan itu, Ade menyinggung laporan MKD terhadapnya terkait Penyertaan Modal Negara.
Dalam kasus itu, ia dituding mengalihkan mitra kerja Komisi VI, yaitu BUMN kepada Komisi XI.
Akom menilai tak ada prosedur yang dilanggar.
Soal PMN, kata dia, harus dibahas oleh dua komisi. Selain Komisi VI sebagai mitra kerja BUMN, juga oleh Komisi XI sebagai mitra kerja Menteri Keuangan.
"Yang namanya privatisasi, PMN sesuai UU Perbendaharaan Negara, UU Keuangan Negara dan UU BUMN harus melibatkan Komisi XI karena PMN mapun privatisasi harus disetujui oleh pemilik BUMN, yaitu Menteri Keuangan," kata Ade.
Selain itu, secara prosedur pemanggilan terlapor, MKD juga dinilai telah melanggar. Ade dianggap dua kali tak hadir saat dipanggil.
Padahal, ia mengatakan telah melayangkan surat terkait ketidakhadirannya pada pemanggilan kedua. Saat itu, ia harus terbang ke Singapura untuk berobat.
"Bayangkan. Secara prosedur saja, saya baru diundang dua kali. Saya sampaikan surat. Yang penegakan hukumnya luar biasa saja seperti KPK, juga begitu. Tata acara MKD juga begitu. Masa pada saat itu juga saya dijatuhkan pengadilan in absensia, saya bersalah. Kan enggak benar," tuturnya.
Ia mengaku sudah berkomunikasi dengan Ketua DPR Setya Novanto terkait upaya hukum yang akan diambilnya dan Novanto memahami hal tersebut.
"Soal ini, saya pikir kalau bisa tidak boleh terulang kembali. Kasihan lembaga legislatif ini. Cukup sampai saya saja, gitu," kata Politisi Partai Golkar itu.