Gatot: Terorisme cara Legal Masuk Ke Suatu Negara
Masalah terorisme telah membuat kelompok paramiliter dan tentara-tentara dari luar Suriah dengan mudahnya masuk.
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulai Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan permasalahan terorisme di Indonesia berpotensi untuk meruntuhkan NKRI, dan memancing tentara asing untuk masih dan menginjak-injak kedaulatan Indonesia.
Dalam pemaparannya di kantor PP. Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Rabu (28/12/2016), Gatot Nurmantyo mengatakan Indonesia bisa berkaca dari Suriah.
Masalah terorisme telah membuat kelompok paramiliter dan tentara-tentara dari luar Suriah dengan mudahnya masuk.
"Karena terorisme itu cara legal untuk masuk ke suatu negara. Jangan lihat terorisme hanya kecil. Terorisme itu cara legal agar negara-negara lain bisa masuk. Di Libya terbukti, di Irak terbukti, di Suriah terbukti," ujarnya.
Celakanya lagi, aturan yang ada soal terorisme menurutnya belum cukup mengakomodir aparat untuk melakukan pemberantasan.
Menurutnya hal itu adalah celah bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk meruntuhkan NKRI untuk masuk.
"(misal) saya bilang ke pak Kapolri, saya teroris, anaknya Bahrun Naim, punya bom. Apa bisa ditangkap ?" tanya Gatot Nurmantyo.
Siapa yang berpentingan untuk menghancurkan Indonesia melalui isu terorisme, Gatot Nurmantyo mengatakan salah satunya adalah pihak asing.
Ia menyebutkan ada banyak alasan bagi pihak-pihak asing meruntuhkan NKRI, salah satunya adalah agar segala kekayaannya bisa dijadikan bancakan, terutama kekayaan energi.
Panglima TNI menyampaikan bahwa Dari sejumlah pengungkapan oleh aparat selama initerbukti, bahwa dana yang digunakan para pelaku teror datangnya justru dari negara-negara tetangga Indonesia, yang sebagainnya justru tidak punya masalah terorisme.
"Teroris di Indonesia datangnya dari Malaysia, Brunei dan Filipina," katanya.
Kalaupun di Filipina bagian Selatan saat ini telah menjadi sarang kelompok Abu Sayyaf dan digadang-gadang akan dijadikan pusat kegiatan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Asia Tenggara, ia percaya hal itu dilakukan bukan untuk menguasai Filipina.
"Tujuannya pasti untuk menguasai Indonesia, setelah itu negara-negara lain bisa masuk," ujarnya.