Aksi Terorisme Sepanjang 2016
Detasemen Khusus 88/Antiteror (Densus 88) sepanjang 2016, terus massif melakukan penangkapan terhadap DPO pelaku teror dan jaringan teroris.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Detasemen Khusus 88/Antiteror (Densus 88) sepanjang 2016, terus massif melakukan penangkapan terhadap DPO pelaku teror dan jaringan teroris.
Masih teringat, saat peristiwa ledakan bom dan penembakan yang membabi buta di Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016) silam.
Pascaperistiwa yang menggemparkan di awal tahun itu, Densus 88 melakukan penangkapan terhadap 15 terduga teroris di sejumlah lokasi seperti Cirebon, Tegal, Indramayu hingga Balikpapan.
Termasuk, enam napi dari Lapas Tangerang dan Nusakambangan juga ditetapkan sebagai tersangka yang terlibat langsung dalam kasus bom Thamrin karena meminjamkan senjata milik sipir di Lapas Tangerang ke pelaku teror Thamrin.
Kelompok bom Thamrin diduga berasal dari kelompok Jamaah Anshar Khilafah Daulah Nusantara (JAKDN), yang didirikan pada pertengahan Maret 2014.
Kelompok ini adalah tempat berkumpulnya pendukung ISIS di Indonesia, dimana mereka berafiliasi dengan Bahrun Naim yang ada di Suriah.
Setelah polisi dipuji karena kecepatan dan kesuksesannya menangani teror Bom Thamrin, mencuat kasus Siyono, terduga teroris yang tewas saat dibawa pengembangan oleh Densus 88.
Sebelumnya pada 8 Maret 2016, Densus 88 menangkap Siyono di Dusun Pogun, Desa Brengkungan, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Penangkapan pada Siyono diawali dengan penangkapan terhadap terduga teroris lain yakni Awang di Desa Greges, Tembarak, Temanggung, Jawa Tengah.
Menurut keterangan Awang, senjata api miliknya berupa dua pucuk senjata api laras pendek, dua magazin dan amunisi sudah diserahkan ke Siyono.
Menurut versi polisi, saat dibawa untuk pengembangan ke bungker tempat persenjataan, Siyono sempat menyerang polisi dan terjadi pergulatan dengan anggota polisi yang kebetulan jago karate, hingga akhirnya Siyono tewas.
Atas kematian Siyono, baik keluarga maupun KontraS menilai ada yang tidak wajar.
KontraS menduga Densus 88 melakukan pelanggaran HAM pada Siyono. Terlebih pada jenazah Siyono ditemukan luka lebam diduga akibat penganiayaan dan penyiksaan.
Kapolri saat itu, Jenderal Badrodin Haiti mengatakan Siyono merupakan bagian dari kelompok teror Jamaah Islamiyah (JI) dan dia terlibat dengan sejumlah aksi teror.
Atas polemik kematian Siyono, terlebih istri Siyono mengadu ke PP Muhammadiyah akhirnya Kapolri meminta Propam melakukan pengusutan.
Hasil dari pengusutan, Kadiv Propam Polri saat itu, Irjen M Iriawan menyebut ada kesalahan prosedur yang dilakukan Densus 88 yakni AKP H dan AKBP MT saat mengawal Siyono hingga tewas.
Kesalahan prosedur itu yakni karena Densus 88 tidak memborgol Siyono. Ditambah semestinya, petugas yang mengawal Siyono minimal dua orang yang menjaga di kanan kiri. Tapi saat itu yang menjaga hanya satu orang.
Kedua anggota Densus 88 akhirnya harus menjalani sidang etik, hasilnya mereka dinyatakan bersalah sehingga diharuskan menyatakan permohonan maaf atas kekeliruan mereka pada institusi Polri dan masyarakat.
Selain itu, mereka juga dimutasi ke satuan lain, tidak lagi berdinas di Densus 88.
Bom Bunuh Diri
Selesai kasus bom Thamrin dan tewasnya Siyono, beberapa hari jelang Idul Fitri tepatnya pada Selasa (5/7/2016) pukul 07.45 WIB terjadi serangan bom bunuh diri di halaman Mapolresta Solo, Jawa Tengah.
Pelaku serangan diketahui bernama Nur Rohman, yang tewas dalam peristiwa itu.
Nur Rohman bukanlah orang baru dalam jaringan teror.
Nur Rohman sebelumnya sempat kabur dan menjadi DPO ketika Densus 88 menangkap Abu Muzab alias Arif Hidayatullah di Bekasi pada 23 Desember 2015.
Arif terbukti menerima dana dan order melakukan aksi teror di Indonesia dari Bahrun Naim. Dana itu diterima melalui istri Arif.
Arif juga menyediakan tempat menginap untuk tiga orang yakni Ali, Nur Rohman dan Andika.
Ali yang adalah WNA Uighir yang disiapkan sebagai "calon pengantin" berhasil ditangkap. Sementara Andika dan Nur Rohman buron.
Saat itu peran Nur Rohman adalah membeli bahan pembuat bahan peledak dan membuatnya sebagai bom. Sedangkan Andika berperan membuat bahan peledak dan bom.
Selang beberapa waktu, Densus 88 berhasil menangkap Andika di Solo dan Nur Rohman masih buron hingga akhirnya dia melakukan aksi bom bunuh diri di Mapolresta Solo.
Saat kabur, Nur Rohman membawa bahan peledak jenis Heksametilendiamin peroksida dan RDX. Diduga bahan peledak ini yang kemudian dijadikan bom dan diledakkan di Mapolres Solo.
Lagi-lagi, kelompok Bekasi pimpinan Abu Muzab dan Nur Rohman, diduga bagian dari kelompok Jamaah Anshar Khilafah Daulah Nusantara (JAKDN), sama seperti Bom Thamrin.
Berlanjut, pada awal Agustus 2016, Densus 88 menangkap kelompok teroris yang menamakan diri sebagai kelompok radikal Katibah Gonggong Rebus (KGR) yang berencana mengirim bom menggunakan roket ke Marina Bay, Singapura.
Kelompok ini dipimpin oleh Gigih Rahmat Dewa. Selain berniat menyerang Marina Bay, kelompok ini juga merencanakan amaliah di beberapa tempat dengan sasaran tempat keramaian dan objek vital termasuk kantor polisi.
Menurut Polri, Katibah Gonggong Rebus selama ini gencar menyebarkan paham radikal di Asia Tenggara. Bahkan Gigih Rahmat Dewa juga berperan memfasilitator WNI yang ingin pergi ke Suriah.
Berdasarkan penyelidikan Densus 88, Karo Penmas Mabes Polri saat itu, Brigjen Agus Rianto mengatakan Gigih Rahmat Dewa intens berkomunikasi dengan Bahrun Naim dan mendapat sokongan dana dari Bahrun Naim.
Bom Gereja
Tidak hanya tempat umum dan kantor polisi, aksi teror juga terjadi di gereja. Seperti yang terjadi pada Minggu (28/8/2016) pagi.
Dimana terjadi percobaan bom bunuh diri oleh IAH (18) di Gereka Katolik Stasi Santo Yoseph di Jalan Dr Mansur, Medan.
Ledakan dari bom berkekuatan rendah itu terjadi saat Pastor Albert Pandiangan OFM selesai membawa kitab suci atau bacaan injil.
Ketika itu, IAH duduk di kursi barisan pertama dan tas ransel yang dibawah IAH meledak. IAH kemudian lari ke altar membawa pisau dan kapak.
IAH lalu mencoba melukai Pastor Albert, dan IAH sempat menusuk lengan kiri Pastor Albert. Sampai akhirnya, IAH berhasil ditangkap umat dan diserahkan ke polisi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada IAH, ternyata ia mengaku belajar membuat bom dari internet. Bahkan IAH sempat menguji bom yang dibuatnya, dan diledakkan di loteng rumah.
Pada anggota Densus 88, IAH mengaku disuruh oleh seseorang untuk melakukan aksi teror. Dimana IAH dijanjikan uang Rp 10 juta untuk menyerang gereja.
IAH bertemu dengan orang tidak dikenal yang hingga kini masih DPO pada Kamis (25/8/2016).
Orang itu menawarkan uang Rp 10 juta dengan syarat IAH harus melakukan penyerangan ke Gereja Katolik Stasi Santo Yoseph.
Targetnya adalah murni gereja, bukan orang tertentu. Saat pertemuan itu, orang tersebut menyerahkan black powder sebagai amunisi untuk membuat bom.
Sayangnya, orang tersebut baru akan menyerahkan uang jika IAH sudah melaksanakan apa yang menjadi perintahkan. Namun IAH gagal dan malah tertangkap, sehingga uang Rp 10 juga gagal diterima.
Bom Molotov
Tiga bulan setelah aksi teror di Gereja Katolik Stasi Santo Yoseph di Jalan Dr Mansur, Medan, Minggu (13/11/2016) terjadi ledakan bom molotov di depan Gereja Oikumene Jalan Cipto Mangunkusumo, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Lo Janan Ilir, Samarinda, Kaltim.
Atas aksi teror ini, polisi menetapkan lima tersangka, termasuk pelaku pelemparan bom, Juhanda. Juhanda adalah pelaku lama di kasus bom Serpong dan bom buku.
Juhanda juga merupakan mantan napi kelompok Pepy Fernandi yang kini bergabung dengan Jamaah Anshar Daulah (JAD).
Akibat bom molotov, satu dari empat balita meninggal dunia, atas nama Intan Marbun (2,5 tahun). Seluruh korban adalah anak-anak sekolah minggu HKBP Samarinda.
Jelang akhir tahun, Densus 88 kian gencar menangkap para teroris.
Rabu (23/11/2016) Densus 88 menangkap teroris RPW di Desa Girimulya, RT 003 RW 005, Banjaran, Majalengka, Jawa Barat.
Hasilnya mencengangkan, di kediaman RPW yang lokasinya di bawah lereng gunung, dan di rumah yang sederhana, bahkan lantainya tidak beralaskan semen, RPW memiliki laboratorium di kamarnya.
Laboratorium ini digunakan untuk membuat senyawa kimia menjadi bahan peledak. Seluruh bahan kimia, dibeli RPW dari toko kimia maupun membeli secara online.
Dalam mengelola laboratorium, RPW dibantu oleh tiga rekan lainnya yakni Bahrain Agam, Saiful Bahri alias Abu Syifa dan AS alias SB.
Mereka diketahui belajar membuat bahan peledak dari membaca beragam buku sampai artikel milik Oman Abdurrahman serta belajar melalui google bahkan you tube.
Mereka tinggal terpisah, dan pertama kali berkenalan melalui facebook sejak Juni 2016. Keempat juga diketahui intens melakukan komunikasi dengan Bahrun Naim.
Hasil kloning percakapan kelompok tersebut dengan Bahrun Naim, diketahui mereka berencana melakukan aksi teror pada akhir tahun nanti dengan sasaran tempat ibadah, gedung DPR MPR, kantor stasiun televisi, Kedubes dan lainnya.
Sebelum sukses membuat laboratorium bahan peledak, kelompok ini sempat mencoba peruntungan membuat laboratorium sabu.
Nantinya sabu hasil buatan mereka akan dijual dan uangnya untuk mendanai teror, sayangnya usaha itu gagal.
Bom Panci
Selanjutnya, ada juga jaringan teroris kelompok Abu Nusaibah yang ditangkap Densus 88 karena berniat mengambil kesempatan pada aksi 4 November silam untuk bisa merebut senjata petugas.
Namun upaya itu gagal karena seluruh petugas tidak membawa senjata.
Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul menuturkan kelompok Majalengka dan Abu Nusaibah, kelompok yang beda namun sama-sama berafiliasi pada Bahrun Naim.
Terakhir, jaringan teroris yang berhasil diungkap Densus 88 yakni dari kelompok Nur Solihin yang berencana melakukan aksi bom bunuh diri di Istana Negara pada Minggu (11/12/2016).
Beruntung sehari sebelum aksi dilancarkan, yakni Sabtu (10/12/2016) Densus 88 berhasil menangkap calon pengantin yang adalah perempuan bernama Dian Yulia Novi di kosannya Jalan Bintara Jaya 8 RT 04 RW 09, Bintara, Kota Bekasi.
Disana disita sebuah bom panci berdaya ledak tinggi berbobot 3 kg.
Selain itu ditangkap juga empat teroris lainnya yakni Nur Solihin, Agus Supriyadi di bawah Fly Over Kalimalang dan Suyatno alias Abu Iza di Karanganyar, Surakarta.
Selanjutnya Minggu (11/12/2016) ditangkap juga terduga teroris bernama Khafid Fathoni (22) di Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Kemudian di Solo Square, ditangkap seorang terduga teroris perempuan bernama Arinda Putri Maharani yang adalah istri pertama dari terduga teroris Nur Solihin (NS) yang ditangkap di bawah Fly Over Kalimalang.
Berlanjut Densus 88 bergerak ke Dusun Yapaklo, Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Klaten, Jawa Tengah ditangkap juga terduga teroris bernama Wawan Prasetyo (23), seorang buruh yang berperan dititipi bahan bom yang dibawa Nur Solihin sebelum ke Jakarta.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar mengungkap awal mula dimulainya penyelidikan jaringan teroris Nur Solihin.
"Laporan Intelijen Densus 88 menemukan adanya aktivitas tidak wajar dari Nur solihin pada 7 Desember 2016, yang membeli paku 5 cm sebanyak 3 kg, padahal dia tidak mempunyai aktivitas pembangunan," kata Boy Rafli Amar.
Selanjutnya dilakukan penyelidikan dimana pada 9 Desember 2016, Nur Solihin menerima barang berupa tas ransel dari terduga teroris Suyatno alias Abu Iza yang ditangkap Sabtu (11/12/2016) di Karanganyar, Solo, Jawa Tengah.
Setelah menerima ransel, selanjutnya Nur Solihin bersama Agus Supriyadi melakukan perjalanan ke Jakarta menggunakan mobil sewaan.
Sesampainya di Jakarta, keduanya lalu menjemput calon pengantin, Dian Yulia Novi yang sudah membawa kardus.
Ketiganya lalu menuju Kantor Pos di sekitar Pondok Kopi, Jakarta Timur. Dian Yulia Novi mengirimkan paket kardus ke orang tuanya.
"Sesudah mengirim paket, Nur Solihin dan Agus Supriyadi mengantar Dian Yulia Novi ke kos-kosan di Jalan Bintara Jaya 8 RT 04 RW 09, Bintara, Kota Bekasi," imbuh Boy Rafli Amar.
Anggota Densus langsung melakukan pengecekan isi paket kardus milik Dian Yulia Novi ternyata berisi surat wasit.
"Karena diduga ransel yang dibawa Dian Yulia Novi adalah bom, akhirnya dilakukan penegakan hukum dalam rangka pencegahan pada Sabtu hingga Minggu, 10 dan 11 Desember 2016 di Bintara, Matesih Karanganyar, Ngawi, Laweyan Surakarta, dan Klaten," tambah Boy Rafli Amar.
Tidak putus sampai disana, Densus 88 juga melakukan penangkapan pada seorang ibu rumah tangga berinisial TS alias UA di Tasikmalaya yang diduga berperan menawarkan jihad pada Dian Yulia Novi.
Bahkan TS alias UA juga memberikan motivasi serta mempertemukan Dian Yulia Novi dengan terduga teroris Nur Solihin yang ditangkap di bawah Fly Over Kalimalang.
Hingga akhirnya Nur Solihin menikahi Dian Yulia Novi sebagai istri kedua.
Selain di Jawa Barat, Densus 88 juga bergerak ke Purwerejo dan menangkap perempuan bernama Ika Puspitasari pada Kamis 15 Desember 2016 saat mempersiapkan kegiatan Maulud Nabi Muhammad SAW.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.