Penetapan Laksamana Pertama Bambang Udoyo Jadi Tersangka Diapresiasi KPK
KPK mengapresiasi penyidik TNI yang menetapan Laksamana Pertama Bambang Udoyo sebagai tersangka dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi penyidik TNI yang menetapan Laksamana Pertama Bambang Udoyo sebagai tersangka dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut tahun anggaran 2016.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan penetapan tersangka tersebut tidak terlepas dari kerja sama antara KPK dengan Pusat Polisi Militer TNI yang terus bekerja sama untuk menyelesaikan kasus tersebut.
"Ini salah satu hasil koordinasi intensif yang dilakukan antara KPK dengan POM TNI tentu saja. Kita berulang kali melakukan koordinasi, pertukaran informasi, dan juga kebutuhan-kebutuhan pemeriksaan dari kedua belah pihak," kata Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (30/12/2016).
KPK memang tidak berwenang untuk menangani untuk personel TNI aktif. Walau demikian, Febri Diansyah mengungkapkan kerja sama TNI dan KPK aka semakin solid ke depan.
Terkait hal tersebut, Febri Diansyah menyerahkan sepenuhnya kepada TNI untuk mengusut mengenai dugaan adanya keterlibatan perwira tinggi di TNI selain Bambang Udoyo.
"Saya kira domainnya lebih tepat ditanyakan ke penyidik Pom TNI, jika ada pertanyaan-pertanyaan apakah ada indikasi anggota TNI lain yang juga menerima," kata bekas aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.
Sekadar informasi, seiring penetapan Bambang Udoyo sebagai tersangka, Puspom TNI telah menyita uang senilai 80 ribu dollar Singapura dan 50 ribu dollar AS dari rumah Bambang Udoyo.
Bambang Udoyo adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) pada pengadaan lima satelit tersebut.
Pada kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka. Tiga tersangka dari unsur swasta adalah Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, dua pegawai PT Melati yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Sementara tersangka dari unsur Bakamla adalah Eko Susilo Hadi. Eko berasal dari unsur Kejaksaan.
Edi Susilo dijanjikan 7,5 persen dari nilai proyek Rp 200 miilar atau sekitar Rp 15 miliar. Edi Susilo adalah Kuasa Pengguna Anggaran.
Kasus tersebut pascaoperasi tangkap tangan terhadap Edi Susilo Hadi yang menerima uang senilai Rp 2 miliar dari Adami Okta dan Hardy Stefanus.