Pengamat Nilai Kontrol Pemerintah Terhadap Medsos Sebagai Bentuk Kegundahan Akan Berita Negatif
Apa yang dilakukan pemerintah cukup wajar mengingat berita-berita negatif yang menjamur di dunia maya cukup membuat kegelisahan
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari UIN Syarief Hidayatullah, M Afifudin menilai langkah pemerintah mengontrol media sosial tak lain sebuah bentuk kegundahan atas berita negatif yang saat ini banyak ditemukan dalam dunia maya.
Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah cukup wajar mengingat berita-berita negatif yang menjamur di dunia maya cukup membuat kegelisahan dimana tidak terdapat sumber yang jelas.
"Saya kira ini kan kegundahan, kegelisahan karena berita negatif itu makin menjamur. (Kontrol dari pemerintah) Ini baik sebagai antisipasi, meski sudah sangat jauh situasi yang berkembang di media sosial," kata Afifudin di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (31/12/2016).
Afifudin meminta agar tidak ada tindakan sepihak dari pemerintah terhadap mereka yang kritis di media sosial. Dikatakannya, jangan karena dianggap kritis lalu dituduh ingin melakukan makar.
"Harus ada langkah selektif untuk menentukan kadar berita. Jangan sampai diarahkan kepada orang yang selama ini kritis kepada pemerintah," tegasnya.
Sebelumnyaa diberitakan, PresidenJoko Widodo (Jokowi) meminta agar ada penegakan hukum yang tegas dan keras terhadap media-media online yang sengaja memproduksi berita-berita bohong tanpa sumber yang jelas.
Dengan judul provokatif, mengandung fitnah. Hal tersebut disampaikan Presiden pada rapat terbatas soal antisipasi perkembangan media sosial di kantor presiden Kamis (29/12/2016).
Presiden mengatakan perkembangan media sosial sangat luar biasa. Dan, tidak sedikit dampak negatif yang ditimbulkannya.
Seperti sekarang, imbuh Presiden, banyak pemberitaan yang meresahkan, adu domba, cenderung memecah belah, muncul pula ujaran-ujaran kebencian, pernyataan-pernyataan yang kasar, fitnah dan provokatif.
Kalau dilihat, bahasanya pun menggunakan bahasa-bahasa yang kasar seperti bunuh, bantai dan gantung.
"Sekali lagi, ini bukan budaya kita, bukan kepribadian kita dan oleh sebab itu jangan sampai kita habis energi untuk hal-hal seperti ini," tegas Presiden.