MA Bikin Aturan Tindak Pidana Korporasi, Jaksa Agung Mengaku Diuntungkan
"Yang pasti, dengan adanya Perma itu membuat upaya pemberantasan korupsi kita lebih memiliki jalan yang lapang"
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menilai, terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi akan memudahkan aparat penegak hukum dalam memroses kasus korupsi yang melibatkan pihak perusahaan swasta.
"Dengan adanya Perma itu kan memudahkan kita (aparat penegak hukum). Yang pasti dengan adanya Perma itu membuat upaya pemberantasan korupsi kita lebih memiliki jalan yang lapang," ujar Prasetyo, saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2017).
Prasetyo mengatakan, Perma tersebut akan membuat aparat penegak hukum tidak ragu menindak siapa saja yang terlibat dalam kasus korupsi, termasuk korporasi.
Pemerintah tidak akan pandang bulu dalam memroses siapa pun secara hukum apabila terbukti terlibat.
Dia berharap dengan adanya Perma pidana korporasi, upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif.
"Semua pihak tidak perlu ragu bahwa pihak swasta pun memang menjadi obyek pemberantasan korupsi juga," kata Prasetyo.
Ketua MA Hatta Ali sebelumnya menjelaskan, Perma 13/2016 mengatur soal jika sebuah korporasi diduga melakukan tindak pidana, penegak hukum meminta pertanggungjawaban hukum kepada seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggung jawab korporasi itu.
Ia mencontohkan, direktur utama atau dewan direksi.
Sementara, kepada koorporasi itu sendiri, hanya dikenakan denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Korporasi tidak dikenakan hukuman badan. Coba bayangkan sebuah badan hukum, perusahaan, misalnya, dikenakan hukuman badan. Tidak mungkin ada perusahaan dikenakan hukuman badan. Jadi hanya denda saja," ujar dia.
Namun, jika korporasi itu tidak sanggup membayar denda yang dikenakan, maka aparat berhak menyita aset korporasi itu sebagai ganti kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidananya untuk kemudian dilelang.
Penulis: Kristian Erdianto