Setya Novanto Batal Diperiksa KPK Karena Sedang Berlibur di Luar Negeri
Ketua DPR RI Setya Novanto ada dalam daftar jadwal pemeriksaan saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (4/1/2017).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Setya Novanto ada dalam daftar jadwal pemeriksaan saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (4/1/2017).
Novanto dijadwalkan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengaku belum mengetahui soal panggilan tersebut.
Namun, ia mengatakan Novanto kini masih berada di luar negeri. "Pak Novantonya masih di luar. Masih cuti kan," kata Nurdin saat dihubungi, Rabu.
Baca: Setya Novanto Tidak Bisa Penuhi Panggilan KPK Diperiksa Kasus Dugaan Korupsi E-KTP
Mantan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Itu menuturkan, rencananya, Novanto baru akan bertolak ke tanah air hari ini.
"Hari ini baru tiba (di Indonesia). Tiba dari liburan," singkatnya.
KPK telah memeriksa hampir 200 saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan e-KTP.
KPK menduga banyak pihak terlibat dalam kasus yang menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 2 triliun itu.
Baca: KPK Bidik Tersangka Baru KTP Elektronik
Sejak beberapa waktu lalu, sejumlah anggota DPR dikonfirmasi oleh penyidik KPK seputar dugaan kerugian negara dalam pengadaan KTP elektronik yang mencapai Rp 2 triliun.
Para anggota DPR tersebut ditanyakan seputar proses penetapan anggaran, perencanaan, pengadaan dan pelaksanaan proyek.
Nama sejumlah anggota DPR disebut oleh mantan Bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, sebagai pihak-pihak yang diduga mengetahui korupsi pengadaan KTP elektronik.
Beberapa nama yang disebut Nazaruddin selain Novanto, antara lain mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka yakni, Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
Irman ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga melakukan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Irman diduga menggelembungkan anggaran (mark up) saat menjabat sebagai pelaksana tugas Dirjen Dukcapil dan Dirjen Dukcapil.
Penulis : Nabilla Tashandra