FROMHI Tuntut Janji Reformasi Hukum Ditegakkannya Keadilan Dalam Kasus JIS
Kejanggalan tuduhan yang terjadi pada kasus yang terjadi di JIS tahun 2014 ini merupakan bukti nyata perlunya reformasi
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Reformasi hukum yang dijanjikan pemerintahan Presiden Jokowi hingga saat ini masih masih jauh dari cita-cita reformasi. Banyak kasus-kasus hukum di Indonesia yang masih diproses secara tidak transparan dan memenuhi asas keadilan, baik dalam proses penyelidikan, penyidikan serta persidangan, yang sering kali menyeret orang tidak bersalah ke dalam penjara.
Salah satu contoh lemahnya penegakkan hukum dan terjadinya peradilan sesat adalah yang terjadi dalam kasus kekerasan seksual 2014 yang menyeret 7 orang tidak bersalah – lima petugas kebersihan dan dua guru sekolah internasional, JIS – kedalam penjara dan 1 orang tewas dalam proses penyidikan polisi.
Untuk memperjuangkan keadilan bagi tujuh terpidana tersebut, Front Mahasiswa Hukum Indonesia (FROMHI) bersama komunitas relawan Kawan8, menyelenggarakan diskusi publik bertema “Menuntut Janji Reformasi Hukum: Ditegakkannya Keadilan Dalam Kasus JIS”, Selasa (10/1/2017) di Gedung Joeang 45, Jakarta Pusat.
Di kesempatan yang sama, Front Mahasiswa Hukum Indonesia (FROMHI) yang terdiri dari mahasiswa fakultas hukum berbagai kampus di Jakarta, juga menggelar deklarasi dan membacakan pernyataan sikap sebagai salah satu elemen masyarakat yang memperjuangkan dan mengawasi terwujudnya janji reformasi hukum dari Pemerintah dan penegak hukum lainnya.
Menurut juru bicara Front Mahasiswa Hukum Indonesia (FROMHI) Hipatios Wirawan, kejanggalan tuduhan yang terjadi pada kasus yang terjadi di Jakarta Intercultural School (JIS) tahun 2014 ini merupakan bukti nyata perlunya reformasi terhadap sistem hukum Indonesia.
Hipatios mengatakan bahwa kasus ini merupakan salah satu kasus pidana yang paling menghebohkan di tahun 2014 dan ternyata banyak sekali fakta-fakta dan kejanggalan yang terjadi pada kasus ini namun tidak dihiraukan, bahkan dilanggar, dalam proses hukumnya. Sehingga satu orang harus meninggal dalam penyidikan polisi dan tujuh orang harus menjadi terpidana atas tuduhan-tuduhan yang tidak didasari oleh bukti-bukti yang nyata.
“Diperlukan penuntasan kasus ini dengan landasan kebenaran dan keadilan, sejalan dengan arahan dan janji Presiden yang mendorong adanya reformasi hukum untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap keadilan dan kepastian hukum di Indonesia. Kami, mahasiswa – sebagai salah satu elemen kunci di masyarakat akan mengawal proses reformasi hukum ini,” ujar Hipatios.
Sementara juru bicara Kawan8 Nabila Awalia mengatakan kami sangat bersyukur kasus kriminalisasi ini mendapat perhatian dari publik terutama mashasiswa hukum Indonesia, yang tergabung dalam FROMHI. Hal ini membuktikan semakin sadarnya masyarakat akan ketidakadilan dan pelanggaran proses hukum (violation of the law) yang terjadi dalam kasus ini.
Nabila mengatakan, kasus tuduhan kekerasan seksual di JIS pada 2014 lalu secara kasat mata merupakan kasus yang diadili oleh opini publik melalui media massa (trial by the press). Penegak hukum yang diharapkan dapat berlaku adil dan melihat kasus ini secara obyektif, justru menjadikan opini publik sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.
“Kasus ini merupakan contoh kecil bagaimana hukum dilemahkan. Dengan adanya keadilan dalam kasus ini, kami berharap tidak terulang lagi pada kasus-kasus lainnya, sehingga orang yang tidak bersalah dan keluarganya tidak perlu menjadi korban seperti pada kasus ini. Kita harus menjadikan kasus ini sebagai pelajaran agar ketidakadilan hukum, khususnya bagi orang kecil, dapat diakhiri di Indonesia,” ujar mahasiswi yang akrab disapa Abel ini.