Anas Urbaningrum Dititipkan di Rutan Guntur
Bekas Ketua Umum Partai Umum Golkar Anas Urbaningrum dititipkan di Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur selama empat hari.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Bekas Ketua Umum Partai Umum Golkar Anas Urbaningrum dititipkan di Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur selama empat hari.
Anas Urbaningrum sebelumnya mendekam di Lemabaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, Jawa Barat.
"Untuk kebutuhan pemeriksaan kami titipkan sementara dalam waktu empat hari ke depan dititipkan ke Rutan Guntur," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Selasa (10/1/2016).
Walau dititipkan selama empat hari, Anas Urbaningrum tidak diperiksa selama empat hari berturut-turut. Penitipan tersebut untuk mempermudah pemeriksaan.
"Bukan akan diperiksa empat hari ke depan. Dititipkan dalam empat hari ke depan," tukas Febri.
Anas Urbaningrum mengaku diperiksa terkait hal-hal yang dia tidak diketahui. Karena itu, Anas yang diperiksa dalam kapasitasnya sebagai bekas ketua fraksi Partai Demokrat menjawab tidak tahu.
Anas juga mengelak terkait tudingan bekas rekannya di DPR RI Muhammad Nazaruddin terkait uang yang dia terima dari korupai pengadaan KTP elektronik
"Kalau itu kan jelas tidak benar. Toh kalau keterangan dia sejauh menyangkut saya jelas sangat tidak kredibel," kata Anas Urbaningrum usai diperiksa di KPK, Jakarta, Selasa (10/1/2016).
Sekadar informasi, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sempat menyebut keterlibatan Setya Novanto. Kata Nazaruddin, Setya Novanto bersama dengan bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mengatur jalannya proyek e-KTP.
Masih kata Nazaruddin, Setya Novanto mendapat 'fee' 10 persen dari Paulus Tannos selaku pemilik PT Sandipala Arthaputra yang masuk anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia.
Konsorsium tersebut adalah pemenang tender proyek e-KTP. Selain itu ada juga PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero) dan PT Quadra Solution yang mengelola dana APBN senilai Rp 5,9 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.
Negara diduga menderita kerugian Rp 2,3 triliun karena dikorupsi.