Perdebatan Saat Menyusun Ambang Batas Parlemen dalam RUU Pemilu
Perdebatan yang mencuat di dalam pembahasan itu apakah perlu memangkas angka Parliamentary Threshold
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Lukman Edy mengungkapkan peliknya pembahasan RUU di Komisi II DPR yang dilaksanakan pada Jumat, 13 Januari kemarin.
Pembahasan yang kabarnya baru selesai pukul 04.00 WIB hari ini dipenuhi beberapa perdebatan, diantaranya menyusun ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold.
Perdebatan yang mencuat di dalam pembahasan itu apakah perlu memangkas angka Parliamentary Threshold atau menambahkannya, yang akan berpengaruh pada kursi keterwakilan partai politik di parlemen.
“Apakah memangkas partai politik sebagai bagian dari agenda konsolidasi demokrasi kita? Itu pertanyaannya yang mungkin bisa kita debatkan,” ujar Lukman Edy dalam diskusi RUU ‘Pemilu dan Pertaruhan Politik’ di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (14/1/2017).
Di dalam pembahasan, mengemuka usulan ambang batas dari angka 3,5 persen, 5 persen, 7 bahkan 10 persen, sehingga semakin besar angkanya, semakin sedikit partai politik yang bisa duduk di parlemen.
“Kalau 10 persen mungkin tinggal tiga parpol. Kalau tujuh mungkin lima parpol, kalau 5 persen mungkin kehilangan satu atau dua dari sekarang,” kata Lukman Edy.
Soal hasil riset bahwa ambang batas tidak signifikan untuk instrumen konsolidasi, Lukman Edy mengatakan data riset yang digunakan belum begitu kuat jika hanya membandingkan kenaikan dari 2,5 persen ke 3,5 persen.
“Waktu itu Perludem salah satu NGO yang concern masalah kepemiluan menyampaikan ke kita, bahwa ternyata parliamentary threshold tidak signifikan sebagai instrument untuk konsolidasi demokrasi untuk penyederhanaan partai. Jadi beberapa priode pemilu kita yang awalnya 2,5 persen naik 3,5 persen, jumlah parpol yang lolos PT atau yang ada di parlemen justru bertambah,” ucap Lukman Edy.
Bahkan, wacana agar ambang batas dikurangi hingga nol persen mengemuka saat pembahasan.
Hal itu diusulkan demi keberagaman keterwakilan di parlemen karena semua partai politik mendapatkan kursi.
“Dari beberapa fraksi untuk meniadakan parliamentary threshold. Alasan logisnya ada juga, bagus juga,” ucap Lukman Edy.