Produsen Mesin Jet Rolls Royce Minta Maaf Telah Suap Pihak di Garuda Indonesia
Demikian Lembaga antikorupsi Inggris Serious Fraud Office (SFO) menemukan adanya konspirasi untuk tindak korupsi dan suap oleh Rolls-Royce.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produsen mesin jet terbesar dari Inggris, Rolls-Royce meminta maaf setelah ditemukan telah melakukan suap termasuk sebuah mobil mewah dan jutaan poundsterling uang tunai untuk perantara untuk mengamankan pesanan di enam negara, termasuk Indonesia, Rusia dan Cina.
Perusahaan raksasa penyedia mesin Rolls-Royce mengungkapkannya pada Selasa (15/1/2017) di pengadilan tinggi di London, sehari setelah terungkap bahwa Rolls-Royce akan membayar denda sebesar £671 juta (atau sekitar Rp11 triliun) untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi dengan otoritas Inggris dan Amerika Serikat, termasuk dengan pihak Indonesia.
"Meminta maaf tanpa syarat untuk perilaku yang telah ditemukan," demikian pernyataan pihak Rolls-Royce yang dibacakan di pengadilan, Selasa (17/1/2017).
Penyelesaian kasus ini tercapai berkat peneliti dari tiga negara-Inggris, Amerika Serikat dan Brasil – yang lima tahun yang lalu mulai terungkap tuduhan bahwa perusahaan telah mempekerjakan perantara untuk membayar suap agar memenangkan kontrak.
Demikian Lembaga antikorupsi Inggris Serious Fraud Office (SFO) menemukan adanya konspirasi untuk tindak korupsi dan suap oleh Rolls-Royce.
Kesepakatan antara SFO dan Rolls-Royce, disetujui oleh pengadilan pada hari Selasa (17/1) dikenal sebagai kesepakatan penangguhan tuntutan (DPA).
Ini merupakan kesepakatan ketiga yang pernah dibuat lembaga SFO sejak dicantumkan dalam undang-undang Inggris pada tahun 2014.
Mereka mengizinkan perusahaan untuk membayar denda yang besar, tapi menghindari penuntutan, jika mereka mengakui kejahatan ekonomi seperti penipuan atau penyuapan.
Pelanggaran ini melibatkan para 'perantara' Rolls-Royce, yang terdiri dari perusahaan-perusahaan setempat yang menangani penjualan, distribusi dan pemeliharaan di negara-negara di mana perusahaan Inggris itu tidak memiliki cukup orang di lapangan.
Kasus dugaan korupsi atau suap yang dirinci oleh SFO diantaranya:
1. Di Indonesia, para staf senior Rolls-Royce setuju memberikan US$2,25 juta (atau sekitar Rp26 miliar) dan sebuah mobil Rolls-Royce Silver Spirit bagi seorang perantara, CES. Ada dugaan kuat bahwa pemberian ini adalah imbalan bagi sang perantara yang "menunjukkan kecenderungan menguntungkan" untuk Rolls-Royce sehubungan kontrak untuk mesin Trent 700 yang digunakan dalam pesawat terbang yang akan diberikan kepada Garuda Indonesia, kata SFO.
2. Di Cina, staf Rolls-Royce setuju untuk membayar uang sebesar $5 juta(atau sekitar Rp66 miliar) untuk CES, maskapai penerbangan milik negara, saat negosiasi penjualan mesin T700. SFO mengatakan sebagian uang itu dimaksudkan untuk membayar karyawan maskapai penerbangan Cina untuk mengikuti kuliah meraih gelar MBA selama dua minggu di Universitas Columbia, dan menikmati "akomodasi hotel bintang empat dan kegiatan ekstrakurikuler mewah."
3. Di Thailand, Rolls-Royce setuju untuk membayar US$18.8 juta (atau sekitar Rp240 miliar) untuk perantara di kawasan. Sebagian uang itu dibagikan untuk perorangan yaitu "para agen dari pemerintahan Thailand dan karyawan Thai Airways," kata SFO. Para agen ini "diharapkan untuk memenangkan Rolls-Royce sehubungan dengan penjualan mesin T800 oleh Thai Airways.
4. Di India, kasus yang berhubungan dengan penggunaan perantara dibatasi oleh pemerintah India. "Istilah perantara dalam kontrak Rolls Royce tidak digunakan," kata SFO. Tetapi perusahaan terus menggunakan perantara dan mengatakan pembayaran itu untuk 'jasa konsultasi umum' bukan komisi.
Dalam pernyataannya, kepala eksekutif Rolls-Royce Warren East mengatakan: "Perilaku yang ditemukan dalam penyelidikan oleh lembaga anti korupsi Inggris dan otoritas lainnya benar-benar tidak dapat diterima dan untuk itu kami meminta maaf."
"Praktik-praktik itu terjadi di masa lalu dan tidak mencerminkan cara Rolls-Royce melakukan bisnis dewasa ini.
"Kami sekarang melakukan perombakan secara fundamental dengan cara berbeda. Kami memberlakukan toleransi nol terhadap segala bentuk perilaku bisnis menyimpang," ujarnya. (The Guardian/BBC)