Menkumham Diminta Tidak Mensahkan Kepengurusan DPP Hanura Oesman Sapta
Bila Menkumham mengesahkan kepengurusan hasil Munaslub yang di selenggarakan oleh Wiranto maka berdampak sistemik terhadap agenda politik lain.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Penyelamat Lintas Generasi Partai Hanura yang terdiri dari para senior pendiri partai, pengurus dimisioner dan elemen kader muda menyampaikan petisi kepada Menkumham Yasonna Laoly agar tidak mengesahkan terlebih dahulu kepengurusan DPP Partai Hanura hasil musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) di bawah Osman Sapta Odang (OSO).
Juru bicara Forum Penyelamat Lintas Generasi Partai Hanura, Munif Ariyadi mengatakan, Surat Keputusan No: SKEP/127/DPP-HANURA/VII/2016, tertanggal 29 Juli 2016, yang subtansi isinya antara lain bahwa Wiranto non-aktif dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
"Maka untuk menjalankan roda organisasi dan program umum Partai Hanura ditetapkan Pelaksana Harian (Plh) Ketua Umum Partai Hanura yakni Charudin Ismail,"ujar Munif, Selasa (24/1/2017).
Menurutnya, perubahan Jabatan Ketua Umum Partai Hanura dilaksanakan oleh Pelaksana Harian (Plh) telah ditegaskan dalam Surat Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
"Bahwa dalam ketentuan BAB VIII Anggaran Rumah Tangga (ART) Pasal 16, Pasal 17 serta Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2.a) ART Partai Hanura. Sehubungan dengan terjadinya kekosongan Jabatan Ketua Umum.
"Maka tugas PLH Ketua Umum adalah melaksanakan Munas atau Munaslub, jadi Munaslub Partai Hanura, 21 Desember 2016 yang dilaksanakan oleh Ketua Umum Non-Aktif Wiranto) tidak mempunyai legitimasi dan/atau tidak mempunyai legal standing mengingat Wiranto sudah Non-Aktif berdasarkan surat Kemenkumham.
Oleh karena itu, kepengurusan DPP Partai Hanura hasil Munaslub 21 Desember 2016 ilegal dan batal demi hukum karena diselengarakan oleh orang yang tidak mempunyai legal standing secara konstitusional Partai Hanura, seharusnya Munaslub diselengarakan oleh Plh yakni Charudin Ismail.
Dikatakan dia, maka Munaslub Partai Hanura pada 21 Desember 2016 yang memilih Oesman Sapta Odang menjadi Ketua Umum batal demi hukum baik secara persyaratan maupun mekanisme yang cacat hukum mengingat Oesman Sapta Odang masih tercatat sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Nasional (PPN).
"Artinya tidak dibenarkan oleh UU mempunyai keanggotaan partai politik ganda. Maka dari itu Ketua Umum Hasil Munaslub 21 Desember 2016 ilegal sekaligus tidak memenuhi syarat sebagai anggota terlebih menjadi Ketua Umum Partai Hanura,"ungkap Munif.
Lanjut Munif, untuk menghindari problem dan konflik organisasi yang berkepanjangan, dia meminta kepada Menkumham untuk berkenan tidak merespon surat dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan dan/atau menyampaikan perubahan Jabatan Ketua Umum Partai Hanura beserta kepengurusan tanpa melalui mekanisme AD/ART.
"Bila Menkumham mengesahkan kepengurusan hasil Munaslub yang di selenggarakan oleh Wiranto maka berdampak sistemik terhadap agenda politik lain yaitu pilkada karena secara otomatis mendelegitimasi dukungan Partai Hanura kepada semua pasangan calon pada pilkada karena dukungan dari DPP Hanura telah ditanda tangani oleh Plh Ketum yakni Chairuddin Ismail bukan Wiranto,"pungkasnya.