Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey Bantah Terima Uang Korupsi E-KTP
Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey membantah menerima uang E-KTP.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (26/1/2017), Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey membantah menerima uang E-KTP.
Olly juga membantah tudingan bekas Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat, M Nazaruddin yang menyebut Olly yang juga mantan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR menerima uang korupsi proyek e-KTP senilai USD 1 juta.
"Bohonglah itu, kalian pasti lebih tahu. Itu tidak benar," ucap Olly usai diperiksa KPK sebagai saksi di kasus tersebut.
Baca: Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey Diperiksa KPK
Untuk diketahui, Nazaruddin sempat menyebut ada sejumlah nama yang terlibat dalam korupsi e-KTP.
Dalam dokumen yang dibawa Elza Syarief, pengacara Nazaruddin, para pimpinan Banggar DPR disebut turut menerima aliran uang.
Melchias Marcus Mekeng menerima USD 500 ribu, Olly USD 1 juta dan Mirwan Amir USD 500 ribu.
Bahkan Olly juga menepis mengetahui proses pembahasan anggaran e-KTP di DPR.
Termasuk dia juga membantah soal Banggar juga menyetujui angka Rp 5,9 triliun untuk proyek tersebut.
Untuk diketahui di kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka.
Keduanya adalah Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Irman.
Negara di kasus ini diduga menderita kerugian Rp 2,3 triliun akibat korupsi pengadaan e-KTP dari total nilai proyek Rp 5,9 triliun.
Buntut dari kasus ini, KPK telah memeriksa ratusan saksi dari beragam kalangan seperti Ketua DPR Setya Novanto, anggota DPR Teguh Juwarno, Markus Nari dan lainnya.
Termasuk mantan anggota DPR Ganjar Pranomo juga pernah diperiksa penyidik KPK.
Tersangka Irman dikenakan Pasal 2 ayat (2) subsider ayat (3), Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 dan 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.