Pansus Pemilu Sebut Ambang Batas Parlemen Mengerucut Lima Opsi
Opsi yang mengerucut di internal Pansus yakni 0 persen, 3,5 persen, 5 persen, 7 persen atau 10 persen.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia khusus (pansus) Rancangan Undang-undang Penyelenggara Pemilu (RUU Pemilu) menyebut adanya lima opsi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT).
Opsi yang mengerucut di internal Pansus yakni 0 persen, 3,5 persen, 5 persen, 7 persen atau 10 persen.
Ketua Pansus RUU Penyelenggara Pemilu Lukman Edy mengungkapkan lima opsi itu muncul setelah masing-masing fraksi menyampaikan pandangannya.
Keputusan akhir sedang dibahas dalam rapat pansus. Menurut Lukman, sistem diskusi untuk memutuskan jumlah PT itu ada dua, yaitu pertama akan ditanyakan apakah dalam Pemilu 2019 menggunakan PT atau tidak.
"Kalau fraksi mayoritas mengatakan tidak, maka akan banyak parpol yang masuk parlemen. Sementara itu kalau banyak yang menginginkan PT, maka tinggal dipilih opsi jumlah PT yaitu 3,5 persen, 5 persen, 7 persen atau 10 persen," ujarnya.
Sedangkan terkait ambang batas parpol mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden atau "presidential treshold", ada fraksi yang mengusulkan jumlahnya 0 persen.
Lukman mengatakan usulan 0 persen itu bisa saja diterima asalkan dikemukakan alasan yang kuat yaitu landasan konstitusional Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 13 tahun 2016.
"Kami sudah berkonsultasi ke MK terkait Putusan tersebut namun mereka tidak mau menjawab karena diserahkan pada pembuat UU," kata Lukman.
Pansus, kata Lukman, mempertimbangkan memanggil ahli hukum untuk menerjemahkan keserentakan pemilu sesuai Putusan MK nomor 13 tahun 2016.
Ia mengatakan opsi lain soal "presidential threshold" adalah 20-25 persen seperti Pemilu 2014 atau jalan tengah yaitu 10 persen.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan setuju adanya kenaikan ambang batas parlemen atau "parliamentary treshold" di Pemilu 2019, namun belum ditentukan jumlahnya.
"Kalau mau meningkatkan kualitas pemilu maka perlu ada peningkatan ambang batas parlemen. Kalau mau dibuat jangka panjang, jangan UU Pemilu tiap lima tahun sekali diganti," kata Tjahjo.(*)