Wiranto Akan Luruskan Perbedaan Pendapat Gatot dan Ryamizard Terkait Pembelian Helikopter
Ia menegaskan, pedoman dari pemerintah dalam pembelian alat utama sistem senjata (alutsista), adalah dengan mengacu dinamika ancaman.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, menegaskan bahwa tidak ada perbedaan pendapat antara Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu, terkait pembelian helikopter AgustaWestland AW 101.
"Saudara-saudara sekalian, sebenarnya itu hanya masalah prosedur, tapi sementara itu saya punya satu pendapat bahwa sebenarnya perbedaan itu tidak ada," ujar Wiranto di kantor Kementerian Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2017).
Ia menegaskan, pedoman dari pemerintah dalam pembelian alat utama sistem senjata (alutsista), adalah dengan mengacu dinamika ancaman.
Sementara itu ancaman terhadap kedaulatan Indonesia terus berubah seiring waktu, sehingga tidak heran rencana pembelian alutsista juga ikut berubah.
"Tatkala kita sudah merencanakan pembelian suatu alutsista yang bisa meng'counter' suatu ancaman, dan ancaman sudah berubah, ini belum sempat terbeli," katanya.
"Maka suatu pendapat itu bisa berubah. Inilah barangkali yang akan kita satukan kembali dengan seluruh pemangku kepentingan untuk pembelian alutsista," ujar Wiranto.
Jika ternyata masih ada perbedaan pendapat antara sejumlah pihak terkait pembelian helikopter buatan Inggris dan Italia itu, ia sebagai Menkopolhukam akan mengambil tindakan lebih lanjut untuk menuntaskan perbedaan pendapat itu.
"Kalau masih ada perbedaan, itu tanggungjawab saya sebagai menteri kordinator untuk nanti saya akan tertibkan kembali," katanya.
Perbedaan antara Panglima TNI dan Menhan usai menghadiri rapat bersama Komisi I DPR RI pada Senin lalu (6/2), mengaku tidak tahu menahu soal rencana pembelian helikopter tersebut.
Awalnya helikopter tersebut berencana dibeli untuk kendaraan VVIP, melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Ryamizard Ryacudu menyebut Menhan tidak terlibat.
Belakangan Presiden Joko Widodo pada akhir tahun 2015 membatalkan pembelian helikopter tersebut, karena harganya yang terlalu mahal. Namun pada 27 Desember 2016, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Agus Supriatna, mengatakan rencana pembelian helikopter itu tetap dilanjutkan. Kali ini helikopter tersebut dibeli untuk kepentingan SAR tempur.
Terkait rencana itu Panglima TNI mengaku tidak tahu.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan menggelar investigasi untuk mencari tahu siapa yang salah. Ia juga mengatakan kewenangan anggaran pembelian alutsista bukan di Panglima TNI, melainkan di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).