Kasus Emirsyah Satar Tidak Ganggu Operasional Garuda
kinerja Garuda tidak terganggu dengan adanya kasus dugaan suap Emirsyah Satar terkait pengadaan mesin Rolls Royce
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Arif Wibowo menyatakan kinerja perseroan tidak terganggu dengan adanya kasus dugaan suap Emirsyah Satar terkait pengadaan mesin Rolls Royce.
Baca: Suap Rolls-Royce, KPK Periksa Senior Manager Garuda Indonesia
"Kami berjalan normal dan garuda sangat kokoh secara opersional, sehingga tidak ada hal-hal yang menggangu opersional Garuda," kata Arif di Jakarta, Senin (13/2/2017).
Menurut Arif, Garuda ke depan akan terus mengembangkan dengan pembukaan rute domestik dan internasional, serta peremajaan pesawat yang dimiliki perseroan serta anak usaha yaitu Citilink.
"Tahun ini kami masih akan menambah pesawat Airbus 320 lima unit untuk pengembangan Citilink, lalu pesawat jenis ATR tiga unit, jadi masih akan melakukan ekspansi di beberapa titik dan kalau internasional lebih dominan di pasar China serta Timur Tengah," papar Arif.
Diketahui, mantan Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar diduga menerima suap terkait pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.
Nilai suap itu lebih dari Rp 20 miliar dan bentuk uang dan barang yang tersebar di Singapura dan Indonesia.
Dalam menangani perkara ini, KPK bekerja sama dengan penegak hukum negara lain karena kasus korupsi ini lintas negara.
Perantara suap, yakni Soetikno Soerdarjo (SS) diketahui memiliki perusahaan di Singapura. KPK menyatakan perkara ini murni perkara individu, bukan korupsi korporasi. Sehingga PT Garuda Indonesia dilepaskan dari perkara hukum ini.
Dalam perkara ini, Emirsyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Sedangkan Soetikno Soerdarjo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.