Ini Pengakuan Blak-blakan Ketua Yayasan KUS Soal Aliran Dana Aksi 411 dan 212
Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua (KUS), Adnin Armas, untuk kedua kalinya diperiksa penyidik Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dit Tip
Penulis: Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua (KUS), Adnin Armas, untuk kedua kalinya diperiksa penyidik Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dit Tipideksus) di kantor Bareskrim Polri, Gedung KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2017).
Dia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan pencucian uang terkait penyalahgunaan atau pengalihan dana yayasan.
Dana yang disidik merupakan sumbangan masyarakat untuk Aksi pada 4 November dan 2 Desember 2016 yang digalang Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-MUI pimpinan Bachtiar Nasir.
Adnin Armas yang didampingi pengacara dari GNPF, Abdullah Alkatiri, mulai diperiksa penydik pukul 10.30 WIB dan baru bisa meninggalkan ruang pemeriksaan pada pukul 20.30 WIB.
Ini adalah kemunculan pertama Adnin Armas ke awak media.
Ditemui seusai pemeriksaan, Adnin mengaku dicecar sejumlah pertanyaan oleh penyidik. Di antaranya kronologi kesepakatan peminjaman rekening Yayasan KUS ke pihak GNPF dan soal aliran dana dari rekening tersebut.
Adnin juga dikonfirmasi penyidik perihal puluhan surat kuasa ke GNPF dan pegawai bank Islahudin Akbar, serta surat bukti penarikan uang dari rekening yayasan yang dipimpinnya.
Adnin menceritakan tentang kronologi peminjaman rekening Yayasan KUS kepada pihak GNPF.
Ia mengakui rekening yayasannya dipinjam oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-MUI melalui ketuanya, Bachtiar Nasir.
Rekening yayasan dipinjam untuk dijadikan tempat penyaluran donasi masyarakat menjelang aksi pada 4 November dan 2 Desember 2016.
Menurut Adnin, dirinya bersama pengurus Yayasan KUS, yakni sekretaris dan bendahara, mau meminjamkan rekening yayasan karena alasan sekadar membantu atau 'menyemarakkan' Aksi 411 dan 212.
"Karena saat itu banyak sekali umat yang ingin menyumbang menjelang Aksi 411. Tapi, tidak tahu mau kemana dikirimkan. Kalau rekening pribadi agak susah untuk pertanggungjawabanya. Sehingga GNPF sepakatrm meminjam rekening yayasan untuk tempat menerima sumbangan umat," kata Adnin.
"Dan kebetulan di yayasan ada bidang agama yang boleh menerima sumbangan umat," sambungnya.
Adnin membantah dirinya merupakan anggota keluarga dari Bachtiar Nasir sehingga bersedia meminjamkan rekening yayasan. Ia mengaku mengenal Bachtiar Nasir sebatas teman sesama penceramah.
Ia mengaku tidak mengetahui jumlah dana yang masuk maupun yang ditarik dari rekening yayasan. Sebab, pengelolaan dana di rekening sepenuhnya dilakukan oleh GNPF pascadipinjamkan.
Seingatnya hanya ada saldo sebesar Rp 2,5 juta di rekening Yayasan KUS saat peminjaman rekening tersebut.
Meski demikian, Adnin mengakui dirinya beberapa kali menuliskan surat kuasa saat GNPF melakukan pencairan dana dari rekening Yayasan KUS.
Surat kuasa diberikan kepada Bachtiar Nasir dan pegawai bank bernama Islahudin Akbar.
Meski begitu, Adnin menyebutkan dirinya selaku ketua, sekretaris dan bendahara yang juga merangkap pembina dan pengawas Yayasan KUS tidak ada yang menerima aliran dana dari rekening tersebut setelah dipinjamkan ke GNPF.
Selain itu, baik pengurus, pembina maupun pengawas Yayasan KUS tidak ada yang menjadi bagian dari GNPF.
"Jadi, kami sama sekali tidak menerima dana sumbangan (yang digalang) ke GNPF. Tidak ada uang yang masuk ke rekening pribadi kami, tidak ada kami menerima uang dalam bentuk cash," kata dia.
"Dan itu bisa diklarifikasi ke GNPF, karena memang kami tulus dan ikhlas meminjamkan rekening yayasan. Dan waktu itu saya bilang, silakan rekening ini dipinjam untuk umat, pak, tuk aksi," sambungnya.
Menurut Adnin, dengan adanya peminjaman rekening Yayasan KU untuk sumbangan aksi muslim yang sesuai bidang tugas yayasan dan tidak adanya aliran dana ke pihak yayasan, maka tidak ada pelanggaran pencucian uang maupun prosedur perbankan dan yayasan yang dilanggar olehnya.
Hal senada dikatakan pengacara dari GNPF, Abdullah Alkatiri, yang mendampingi pemeriksaan Adnin.
Bahkan, menurut Alkatiri tidak terjadi adanya dugaan pidana pencucian uang dalam aliran dan sumbangan aksi ke rekening Yayasan KUS ini.
"Yang namanya money laundering itu artinya ada pencucian uang kotor. Sementara, ini uang bersih. Kalau uang bersih apanya yang mau dicuci. TPPU itu hasil uang kotor seperti korupsi, narkoba dan sebagainya. Dan uang yang ke rekening itu dari orang-orang yang menyumbang, bukan dari yayasan," kata Alkatiri.