Direktur EK Prima Ekspor Indonesia Akui Minta Tolong Ipar Jokowi Terkait Masalah Pajak
"Arif teman saya sudah hampir 10 tahun. Beliau bisnis furniture, saya pernah beli furniture dari beliau. Itu hubungan dengan Arif," kata Nair.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair akui meminta tolong Arif Budi Sulistyo terkait permasalahan pajak yang diderita perusahaannya.
Arif adalah ipar Presiden RI Joko Widodo.
Kepada wartawan usai menjalani persidangan lanjutan di pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (20/2/2017), Rajamohanan Nair bilang ingin meminta bantuan Arif untuk membuat aduan.
"Sebenarnya saya minta bantuan beliau (Arif) untuk bikin aduan," kata Rajamohanan.
Baca: Ada Ipar Jokowi, Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus Pilih Diam di Kasus Suap EKP
Baca: KPK Segera Usut Keterlibatan Adik Ipar Jokowi Terkait Suap Pejabat Pajak
Baca: Kata Desmond Soal Dugaan Kasus Suap Adik Ipar Jokowi
Baca: Ini Kata Jokowi Soal Adik Iparnya Tersangkut Kasus Suap
Rajamohanan tidak menjelaskan secara rinci mengenai aduan yang dimaksud.
Ketika ditanya lebih lanjut, Nair mengatakan ingin berkonsultasi karena mereka adalah kerabat.
"Sebenarnya sebagai teman itu saya hanya berkonsultasi. Bisa didengar dari pengadilan. Apapun buktinya kan bisa dengar di pengadilan," kata dia.
Terkait pertemanan, Nair mengatakan sudah menjalin pertemenan dengan Arif sejak lama.
Nair mengaku pernah membeli perabotan atau furniture dari Arif Budi Sulistyo.
"Arif teman saya sudah hampir 10 tahun. Beliau bisnis furniture, saya pernah beli furniture dari beliau. Itu hubungan dengan Arif," kata pria kelahiran India itu.
Nama Arif Budi Sulistyo memang disebutkan dalam dakwaan Rajamohanam Nair.
Dalam dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan peran Arif Budi Sulistyo.
Permasalahan pajak yang dihadapi PT EK Prima antara lain pengajuan pengembalian kelebihan bayar pajak (restitusi), Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai, Penolakan Pengampunan Pajak (tax amnesty) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) Kalibata dan Kantor Kanwil Ditjen Pajak Jakarta.
PT EK Prima memiliki restitusi pajak senilai Rp 4.533.578.900 pada periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014. Restitusi tersebut diajukan Mohan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.
KPP PMA Enam kemudian mengimbau PT EK Prima melunasi utang PPN pembelian kacang mete gelondong tahun 2014 sebesar Rp 36.876.570.880 dan tahun 2015 sebesar Rp 22.406.967.720. Mohan kemudian pada 30 Juni 2016 mengajukan surat keberatan yang menyatakan tidak sependapat.
Kepada KPP PMA Enam Johnny Sirait kemudian mengundang Chief Accounting PT EK Prima Siswanto untuk menyarankan agar perusahaan tersebut mengikuti program tax amnesty. Surat yang dikirimkan KPP PMA Enam kemudian tidak dibalas oleh Mohan.
Pemeriksa Pajak KPP PMA Enam yang sebelumya berkesimpulan dapat memenuhi keinginan pengajuan restitusi pajak PT EKP kemudian menolak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) karena adanya instruksi Johnny Sirait yang mengatakan transaksi PT EKP tidak dapat diyakini kebenarannya.
PT EK Prima juga memiliki Surat Tagihan Pajak PPN pada 6 September 2016 untuk masa pajak Desember 2014 sebesar Rp 52.364.730.649 dan untuk masa pajak Desember 2015 sebesar Rp 26.440.221.909. PT EK Prima juga menghadapi masaah karena akan di-bukper (bukti permulaan) oleh KPP PMA Enam sehubungan dengan Surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PT EKP oleh KPP PMA Emam.
Kepala Kantor KPP PMA Enam Soniman Budi Raharjo kemudian mengeluarkan Surat Pencabuatan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak kepada PT EK Prima. Pencabuatan tersebut berdasarkan instruksi Jhonny Sirait kaerna adanya dugaan PT EK Prima tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan sehingga ada indikasi restitusi yang diajukan tidak sebagaimana mestinya.
Muhammad Haniv kemudian pada tanggal 21 September 2016 menyampaikan permohonan pembatalan STP PPN kepada Dirjen Pajak melalui Kepala KPP PMA Enam karena Mohan tidak setuju apabila para pedagang pengumpul menjadi PKP sehingga seharusnya tidak ada PPN yang terutang dan pembebanan pembayaran PPN secara renteng.
Haniv kemudian bertemu dengan Handang Soekarno untuk menyampaikan keinginan Arif Budi Sulistyo supaya dipertemuakn dengan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. Pertemuan tersebut kemudian terealisasi pada 23 September 2016 di lantai 5 Ditjen Pajak.
Mohan selanjutnya pada 27 September 2016 bersama Rudi P Musdiono menemui Muhammad Haniv dan Kepaal Bidang Keberatan dan Banding Kanwil DJP Jakarta Khusus Hilman Flobianto. Mohan mengungkapkan perusahannya sedang mengajukan permohonan pembatalan terhadap STP Rp 52.364.730.649 untuk masa tahun pajak Desember 2014 dan Rp 26.440.221.909 untuk masa tahun pajak Desember 2015 yang dikeluarkan oleh KPP PMA Enam.
Selain itu, Mohan mengatakan niatnya untuk mengikuti program tax amnesty dari Pemerintah namun terkendala STP PPN tersebut. Terkait permintan tersebut, Haniv mengatakan untuk memeriksa terlebih dahulu STP PPN tersebut.
Karena Muhammad Haniv tidak dapat menyelesaikan permasalahan pajak tersebut, atas saran Rudi P Musdiono, Mohan kemudan menemui Handang yang jabatannya dianggap lebih tinggi di Ditjen Pajak. Walalu demikian, Haniv tetap intens bertemu dengan Mohan. Haniv pun turut menyarankan agar PT EK Prima Indonesia mengiriman surat kepada KPP PMA Enam untuk membatalkan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan ditindaklanjuti KPP PMA Enam dengan mengeluarkan Surat Pembatalan Pencabuatan Pengukuhan PKP PT EK Prima.