Ada Potensi Tersangka Lain di Kasus Korupsi e-KTP
Tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis NIK tahun 2011-2012 berpotensi bertambah
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis NIK tahun 2011-2012 berpotensi bertambah. Ini karena melihat nilai nominal potensi kerugian negara yang mencapai Rp 2,3 Triliun.
Sejauh ini baru ada dua tersangka dalam kasus itu. Mereka yaitu, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, mengatakan dalam pengadaan paket peenerapan e-KTP itu tak hanya Sugiharto dan Irman saja yang terlibat.
Juga ada pelaksana teknis dan kuasa pengguna anggaran untuk proyek. Belum lagi menteri yang mengetahui proyek itu. Selain itu, kata dia, tak hanya dari pihak Kemendagri, tetapi dari pihak swasta dan legislatif.
“Kalau itu perspektif Rp 2,3 triliun. Ini besar. Tidak adil kalau hanya dua orang bertanggungjawab,” tutur Tama S Langkun, kepada wartawan, Rabu (8/3/2017).
Untuk itu, diperlukan keberanian dari majelis hakim dalam menangani kasus ini. Sehingga diharapkan tercipta kepastian hukum bagi masyarakat banyak yang telah menjadi korban dari kasus e-KTP tersebut.
“Kami harap majelis memberikan (putusan,-red) seadil-adilnya terhadap perkara yang nilai mencapai triliun dan menelan banyak korban. Kalau ini terbukti, sanksi maksimal,” tambahnya.
Diduga, ada sejumlah nama, termasuk anggota DPR RI periode lalu, yang disebut dalam dakwaan.
Pada hari ini, fakta tersebut akan terungkap dalam persidangan.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Dianysah, tidak semua nama yang disebut merupakan pelaku korupsi dalam kasus e-KTP.
"Tentu tidak terhindarkan penyebutan nama pihak tertentu dan perannya masing-masing. Meskipun belum tentu semuanya merupakan pelaku dalam perkara ini," kata Febri.
Selama penyidikan kasus ini, ada 23 anggota DPR yang dipanggil untuk diperiksa. Dari jumlah tersebut, hanya 15 anggota DPR yang memenuhi panggilan penyidik KPK.
Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI).
Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
Nilai proyek multiyears pengadaan e-KTP lebih dari Rp 6 triliun. Dalam proses penyidikan, KPK menerima penyerahan uang sekitar Rp 220 miliar dari pihak korporasi.
Uang tersebut berasal dari 5 perusahaan dan 1 konsorsium.
Selain itu, KPK juga menerima penyerahan uang senilai Rp 30 miliar dari 14 orang, yang sebagiannya merupakan anggota DPR RI.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.