Pengamat: Korupsi e-KTP Bisa Munculkan Kegaduhan Politik yang Ganggu Stabilitas Pemerintahan
Puluhan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Semua pihak tetap harus mengedepankan asas parduga tak bersalah ketika banyak nama yang disebut dalam surat dakwaan kasus korupsi e-KTP.
Puluhan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP.
Dalam kasus ini, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, duduk di kursi terdakwa.
Dakwaan dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Baca: Akom Tegaskan Tak Pernah Terima Uang dari Terdakwa Korupsi e-KTP
Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin mengatakan nama-nama yang disebut dalam dakwaan kasus mega korupsi proyek e-KTP bukan vonis yang menyatakan bersangkutan menerima seperti apa yang disebut dalam dakwaan.
Kalau asas praduga tak bersalah dipahami oleh seluruh kekuatan politik, maka kegaduhan politik pasti akan terhindarkan.
"Saya kira semua pihak tetap harus mengedepankan asas parduga tak bersalah," ujar Irmanputra Sidin kepada Tribunnews.com, Kamis (9/3/2017).
Irmanputra Sidin bilang, biarkan semua nama yang disebut dalam dakwaan menggunakan cara hukum guna membuktikan bahwa nama-nama yang bersangkutan tidak melakukan seperti apa yang disebut dalam dakwaan.
Lebih lanjut, kata Irmanputra Sidin, yang pasti kegaduhan politik pasti akan mengganggu stabilitas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca: Uang Korupsi e-KTP Digunakan untuk Biaya Akomodasi Kongres Partai Demokrat
Namun kegaduhan tersebut harus dihindarkan, karena terganggunya stabilitas pemerintahan berati fungsi pelayanan kepada rakyat bisa terganggu.
Sidang perdana kasus korupsi e-KTP mengagendakan pembacaan dakwaan terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, yakni Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
Menurut KPK, Kasus korupsi e-KTP menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dan melibatkan nama-nama termasuk anggota DPR RI periode lalu, yang disebut dalam dakwaan.
Mantan Ketua DPR Marzuki Alie dan bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mendapat masing-masing Rp 20 miliar dari dugaan korupsi proyek e-KTP. Marzuki dan Anas bersama Chaeruman Harahap juga mendapat Rp 20 miliar.
Nama Setya Novanto juga disebut ikut mengarahkan dan memenangkan perusahaan dalam proyek pengadaan e-KTP.
Selain Setya, nama lain yang disebut jaksa KPK adalah Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Sekretaris Jenderal Kemdagri Diah Anggaraini, dan Ketua Panitia Pengadaan barang atau jasa di lingkungan Dirjen Dukcapil Kemdagri pada 2011 Drajat Wisnu Setyawan.