Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidang Lanjutan Kasus e-KTP akan Hadirkan 133 Saksi

Dari berkas dakwaan setebal itu, JPU KPK berencana memanggil 133 saksi pada agenda pemeriksaan saksi.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Sidang Lanjutan Kasus e-KTP akan Hadirkan 133 Saksi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP, mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sugiharto menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/3/2017). Irman dan Sugiharto didakwa jaksa penuntut umum (JPU) KPK menerima uang dengan total sebesar Rp 60 miliar lebih. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekitar tiga jam lamanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membacakan surat dakwaan sebanyak 121 halaman.

Surat dakwaan tersebut dibacakan untuk terdakwa mantan pejabat pembuat komitmen e-KTP Sugiharto dan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman pada kasus mega korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

Surat dakwaan tersebut dibaca secara estafet oleh tujuh JPU KPK. Dimulai dari Irene Putrie, Eva Yustiana, Wawan Yunarwanto, Abdul Basir, Mochamad Wiraksajaya, Taufiq Ibnugroho, Riniyati Karnasih dan Nur Haris Azhari.

Surat dakwaan sebanyak 121 halaman tersebut merupakan pemadatan dari bundel berkas kasus dengan tebal 1,3 meter.

Dari berkas dakwaan setebal itu, JPU KPK berencana memanggil 133 saksi pada agenda pemeriksaan saksi.

Agenda sidang dilanjutkan langsung ke agenda pemeriksaan saksi karena kedua terdakwa Irman dan Sugiharto tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

Berita Rekomendasi

Jumlah saksi yang akan dihadirkan ini lebih sedikit dibanding saksi di tahap penyidikan yaitu 294 saksi.

"Kami akan memilih saksi yang relevan. Sampai kemarin kami menempatkan 133 saksi yang akan kami panggil," ujar Jaksa Irene Putri kepada majelis hakim di akhir masa persidangan.

Tidak tanggung-tanggung, rencananya pihak JPU akan menghadirkan 10 saksi di tiap persidangan.

Pihak JPU juga meminta pertimbangan Majelis Hakim untuk menggelar sidang dua kali sepekan untuk mempercepat waktu.

Mendengar pengajuan tersebut, hakim ketua John Halasan Butarbutar menyanggupi jika sidang dilakukan dua kali seminggu.

Namun pekan depan, sidang tetap dilaksanakan sesuai jadwal pada Kamis (16/3/2017) karena butuh waktu untuk menggeser jadwal sidang lainnya.

"Penasihat hukum harus menghadapi proses pemeriksaan panjang dan melelahkan. Saya imbau supaya kita yang terlibat dapat menjalankan tugas masing-masing dengan profesional," ujar Hakim Jhon menimpali permintaan pihak JPU.

Jumlah saksi yang dihadirkan JPU pada kasus E-KTP ini cukup banyak.

Sebelumnya saksi terbanyak yang dipanggil KPK adalah saat persidangan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang yakni sebanyak 271 saksi.

Rencananya para saksi tersebut dibagi menjadi 3 klaster, yaitu pejabat eksekutif, legislatif dan pengusaha yang terlibat pelaksanaan proyek.

Semua saksi yang dipanggil akan berkaitan dengan penganggaran karena sesuai dengan materi dakwaan.

"Karena dakwaan kita dari penganggaran jadi kita akan panggil saksi-saksi terkait penganggaran," jelas Irene.

Pihak yang akan dipanggil oleh JPU berasal dari pihak Bappenas, Kemenkeu, Kemendagri.

Dari pihak legislatif, tidak hanya komisi dua yang akan dipanggil namun juga ketua fraksi dan anggota badan anggaran yang menjabat saat itu.

Sejumlah nama pejabat negara yang disebut dalam surat dakwaan tersebut Setya Novanto, Yasonna Laoly, Gamawan Fauzi beserta Ganjar Pranowo kemungkinan besar akan dipanggil dalam persidangan karena dikatakan oleh JPU menerima uang untuk memuluskan proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

"Oh iya kami akan hadirkan. Semua pihak yang terlibat dalam proses penganggaran termasuk kementerian keuangan kami akan panggil," tegas Irene.

Pihak JPU memastikan bahwa nama-nama yang disebut dalam memiliki Keterlibatan dalam kasus E-KTP. Namun dirinya mempersilakan nama-nama tersebut untuk melakukan bantahan dalam proses pengadilan.

Baca: Hangatnya Pertemuan SBY-Jokowi Ditemani Secangkir Teh dan Lumpia

"Iya pasti. Setiap kalimat dalam surat dakwaan kita sudah konfirmasi dengan minimal 2 alat bukti. Kalau ada pihak yang membantah silakan, tapi kita punya 2 alat bukti," jelas Irene.

Irene menyebut fakta-fakta itu akan terlihat di rangkaian persidangan nanti. Meski membatasi pada proses dakwaan Irman dan Sugiharto, namun JPU masih akan terus mengembangkan proses aliran dana yang mengalir ke sejumlah pihak.

Peran Setya Novanto
Nama Ketua DPR, Setya Novanto, menjadi sorotan setelah disebut memiliki peran penting dalam kasus E-KTP ini. Dia disebut dalam dakwaan pertama terkait dengan proses penganggaran.

Pada surat dakwaan, nama Setya Novanto muncul pertama kali saat pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan terdakwa Irman menemuinya untuk mendapatkan kepastian dukungan sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar untuk anggaran proyek penerapan KTP Berbasis NIK secara Nasional.

Setelah menyatakan dukungannya, Setnov mengatakan akan mengkoordinasikan perihal proyek ini dengan pimpinan fraksi lain.

Proyek ini akhirnya disepakati sebagai program Prioritas Utama yang akan dibiayai menggunakan APBN secara multiyears pada rapat dengar pendapat di ruang kerja Komisi II pada bulan Mei.

Sekitar bulan Juli atau Agustus 2010, Andi Narogong melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa anggota DPR RI, di antaranya Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin.

Mereka dianggap representasi Partai Demokrat dan Golkar di DPR yang dapat mendorong Komisi II menyetujui anggaran.

Berkat jasa Novanto, dia diduga menerima fee sebesar 11 persen dari nilai proyek sebesar Rp 5,9 triliun. Novanto dianggarkan dana sebesar Rp 574 miliar.

Sementara Anas dan Nazaruddin menerima besaran yang sama dengan Novanto.

Dalam dakwaan juga disebutkan bahwa Novanto diduga memfasilitasi pemberian dana untuk sejumlah anggota Badan Anggaran.

Disebutkan bahwa di ruang kerja Setya Novanto, Andi Narogong beberapa kali memberikan dana kepada Melchias Marcus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Olly Dondokambey.

Dalam dakwaan juga disebutkan bahwa Sugiharto pada November-Desember 2012 memberikan uang kepada sejumlah uang kepada staf Kemendagri, Kementerian Keuangan, BPK, Sekretariat Komisi II, dan Bappenas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas