Hindari Manuver Politisi, Kasus Megakorupsi e-KTP Harus Lekas Dituntaskan
"Kalau melihat dari angka dan modus orang-orang yang terlibat mungkin sudah sering kayak gini. Jadi kembali lagi ke presiden," kata Haris Azhar
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo harus segera memproses hukum sejumlah pejabat yang diduga terlibat melakukan korupsi proyek pengadaan KTP berbasis NIK periode 2011-2012.
Upaya proses hukum itu dilakukan supaya orang yang diduga melakukan tindak pidana itu tak bermanuver sehingga dapat lepas dari jeratan hukum.
"Kalau melihat dari angka dan modus orang-orang yang terlibat mungkin sudah sering kayak gini. Jadi kembali lagi ke presiden," kata Haris Azhar, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Prihatin Mega Korupsi E-KTP, di depan kantor KPK, Minggu (12/3/2017).
"Presiden mau tegas apa tidak. Kalau dia lambat, lalai, bergaya kura-kura, jalan slow, akan memberi ruang untuk nama yang disebutkan melakukan manuver," tegasnya.
Menurut dia, manuver itu berupa bantahan-bantahan yang disampaikan sejumlah tokoh yang diduga terlibat.
Selain itu, mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menilai Ketua KPK, Agus Rahardjo, mengetahui mega korupsi tersebut.
"Dua hari terakhir sudah banyak bantahan. Misal Gamawan tuduh balik Ketua KPK. Jadi, saya pikir jangan dikasih angin orang-orang itu. Jadi sebaiknya presiden harus bergerak cepat untuk mengambil tindakan cepat bertahap yang progresif. Supaya KPK bisa cepat, karena masyarakat menunggu dan mengawasi," kata dia.
Dia menambahkan, semua tindakan mempercepat proses hukum itu bukan melanggar asas praduga tak bersalah. Justru, asas praduga tak bersalah menuntut ketepatan dan kecepatan.
"Kalau tidak cepat dan tepat praduga bersalah malah makin liar. Nanti ada di diskursus publik," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.