KPK Butuh Perlindungan Presiden dalam Menangani Kasus Korupsi e-KTP
Adnan Pandu Praja menyarankan KPK untuk mencari perlindungan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menangani dugaan korupsi e-KTP.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja menyarankan lembaga yang pernah dipimpinnya itu untuk mencari perlindungan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menangani kasus besar, salah satunya dalam menangani dugaan korupsi e-KTP.
Ia menyarakankan, silaturahmi perlu dilakukan oleh KPK ke semua pihak termasuk pemerintah sebelum mengungkap kasus besar lebih jauh, mencari perlindungan dari serangan dari pihak-pihak yang tidak senang.
"Sosialisasi ke eksekutif itu perlu untuk cari perlindungan lembaga. Agar wewenang dan tugas KPK tidak terganggu," ujar Adnan, Sabtu (11/3/2017).
Perlindungan tersebut, dinilai Adnan dapat menangkal upaya pelemahan lembaga antirasuah tersebut melalui wacana revisi Undang-Undang KPK.
"Ada saja wacana wewenang KPK mau dilemahkan oleh legislatif, sehingga KPK (perlu) mendekat ke eksektif," tutur Adnan.
Kasus e-KTP dalam dakwaan menyeret sejumlah orang yang diduga menerima uang dari hasil korupsi proyek tersebut, yang mengakibatkan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 2,3 triliun.
Sejumlah pihak kemudian membantah terlibat dalam kasus korupsi Rp 2,3 triliun proyek e-KTP. Namun KPK menganggap bantahan-bantahan tersebut merupakan hal biasa terjadi.
"Selama 13 tahun KPK bekerja, bantahan dari berbagai pihak sudah sering terjadi. KPK sama sekali tidak terganggu oleh bantahan tersebut," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Presiden Jokowi tegas memastikan agar KPK bekerja secara profesional dalam menangani kasus e KTP.
Ia tidak ingin berspekulasi terkait dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menyeret menterinya yang disebut diduga menerima aliran dana berdasar dakwaan terhadap dua tersangka dalam kasus ini, yakni Sugiharto dan Irman.
Sugiharto adalah mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
Sementara Irman adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Dalam kasus e KTP ini, Sugiharto dan Irman didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun.
Sejumlah nama kemudian disebut, termasuk mantan anggota Komisi II DPR yang kini menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, Yassona H Laoly.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.