Jika Terbukti Kepala Bakamla Minta 'Jatah' Rp 222 Miliar, Kasus Diserahkan ke POM TNI
Febri Diansyah mengatakan sejak awal saat menangani kasus ini, KPK terus menjalin komunikasi dengan POM TN
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam surat dakwaan Hardi Stefanus dan Muhammad Adami Octa, dua anak buah Direktur Utama PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah mengungkap ada dugaan keterlibatan dari Kepala Keamanan Laut (Bakaamla), Laksamana Madya Arie Sudewo dalam suap proyek pengadaan satelit monitoring.
Di surat dakwaan tersebut diketahui, Arie Sudewo meminta jatah 7,5 persen dari proyek pengadaan monitoring senilai Rp 222,4 miliar. Lalu apabila terbukti, apakankan KPK tetap mengusut Arie Sudewo?
Menjawab hal itu, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan sejak awal saat menangani kasus ini, KPK terus menjalin komunikasi dengan POM TNI.
"Dalam penanganan suap di Bakamla kami intens koordinasi dengan POM TNI, termasuk saling tukar informasi. Di kasus ini satu tersangka ada yang diproses di POM TNI dan tiga orang sipil di pengadilan umum," ungkap Febri, Selasa (14/3/2017).
Menurut Febri apabila nantinya Arie Sudewo juga terbukti terlibat, maka lantaran ia berlatar belakang militer dipastikan akan diproses oleh POM TNI bukan oleh KPK.
"Nanti kalau ada pihak lain terbukti terlibat, kalau dari sipil itu ranah kami (KPK). Tapi kalau latar belakang militer tentu ditangani POM TNI. Kalau untuk dihadirkan dalam persidangan umum sebagai saksi itu masih memungkinkan," terang Febri.
Untuk diketahui, sesuai surat dakwaan, setelah PT Melati Technofo Indonesia ditetapkan sebagai pemenang lelang satelit monitoring senilai Rp 222.438.208.743, terjadi pertemuan sekitar bulan Oktober 2016 di ruang kerja Arie Soedewo.
Pertemuan itu dihadiri Arie Soedewo dan Eko Susilo Hadi selaku Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla juga merangkap Plt Sekretaris Utama Bakamla membahas tentang jatah 7,5% untuk Bakamla dari pengadaan satelit monitoring.
Kemudian Arie meminta Eko Susilo Hadi menghubungi terdakwa Muhammad Adami Okta untuk menyampaikan jika pemberian sebesar 2% diberikan kepada Eko.
Sekitar 9 November 2016, Adami Okta datang ke kantor Bakamla. Saat itu, Eko menyampaikan arahan dari Arie, bahwa ada jatah untuk Bakamla sebesar 7,5% dari nilai kontrak, di mana setelah itu Adami Okta berjanji akan memberikan sebesar 2% terlebih dahulu.
Setelah itu, Arie Soedewo menyampaikan kepada Eko Susilo untuk memberi Bambang Udoyo selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla dan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, masing-masing Rp 1 milyar.
Eko Susilo menindaklanjutinya, dan meminta kepada Adami Okta agar uang yang diberikan dalam bentuk pecahan dollar Singapura. Hal itu kemudian dipenuhi seluruhnya oleh Adami Okta.