KPK Pertanyakan Komitmen Ditjen Bea Cukai Bantu Usut Suap Patrialis Akbar
KPK meminta komitmen dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menyatakan siap membantu penuntasan perkara suap pada mantan Hakim MK
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta komitmen dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai yang menyatakan siap membantu penuntasan perkara suap pada mantan Hakim MK, Patrialis Akbar (PAK).
Komitmen tersebut dipertanyakan lantaran tiga pejabat di Bea Cukai Tanjung Priok tidak hadir dalam pemeriksaan sebagai saksi pada Senin (20/3/2017) kemarin.
"Kami harap ada keseriusan dari Bea dan Cukai. Dimana sejak awal penggeledahan menyatakan akan kolaborasi dan kontribusi di proses penegakan hukum," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (21/3/2017).
Febri menuturkan penyidik KPK sangat membutuhkan keterangan dan klarifikasi dari para petugas bea cukai terkait bisnis impor sapi yang dijalankan oleh Basuki Hariman (BHR) penyuap Patrialis Akbar.
Hal ini karena kasus korupsi tersebut bersentuhan dengan kewenangan Bea dan Cukai yang mengawasi transaksi impor serta ekspor.
"Karena indikasi kasus ini terkait dengan salah satunya proses impor daging tentu saja ada kewenangan Bea dan Cukai yang didalami disana," terang Febri.
Febri menambahkan sebenarnya tidak ada alasan yang signifikan untuk para saksi mangkir dalam pemanggilan kemarin karena seluruh proses untuk menanggil saksi sudah dilakukan sejak jauh hari.
Berikut tiga pejabat Bea dan Cukai Tanjung Priok yang mangkir pada pemeriksaan kemarin, Kepala Seksi Penyidikan I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Aris Murdyanto; Kepala Seksi Intelijen I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Bagus Endro Wibowo, dan Kepala Seksi Penindakan I Bidang Penindakan dan Penyidikan, Wawan Dwi Hermawan serta seorang karyawati bernama Ida Johanna Meilani atau Lani.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar (PAK), Kamaludin (KM), sebagai perantara suap, dan pengusaha import daging, Basuki Hariman (BHR) beserta sekretarisnya, NG Fenny (NGF).
Atas perbuatannya, Patrialis dan Kamaludin disangkakan melanggar Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Basuki dan Fenny yang diduga sebagai pihak pemberi suap, KPK menjerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pemberantasan Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.