Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DPD AMTI Laporkan Gubernur Kepri ke Ombudsman RI

DPD AMTI Kepulauan Riau resmi mengajukan laporan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (24/3/2017).

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Dewi Agustina
zoom-in DPD AMTI Laporkan Gubernur Kepri ke Ombudsman RI
Tribunnews.com/Rizal Bomantama
Anggota DPD Angkatan Muda Thareqat Islam Indonesia (AMTI) Kepri resmi mengajukan laporan ke Ombudsman RI, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (24/3/2017) terkait laporan maladministrasi pengajuan nama cawagub Kepri dan pengangkatan ASN di Kepri yang tidak sesuai prosedur. TRIBUNNEWS.COM/RIZAL BOMANTAMA 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Angkatan Muda Thareqat Islam Indonesia (AMTI) Kepulauan Riau (Kepri) resmi mengajukan laporan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (24/3/2017).

Laporan itu terkait dengan dugaan maladministrasi yang dilakukan Gubernur Kepri saat ini Nurdin Basirun mengenai pengajuan kandidat untuk mengisi posisi calon wakil gubernur Kepri yang kosong sejak 25 Mei 2016.

Kosongnya posisi wagub Kepri lantaran gubernur Kepri terpilih pada Pilkada 2015 yakni Muhammad Sani wafat pada tanggal 8 April 2016.

Nurdin Basirun sebagai wakil gubernur otomatis naik jabatan sesuai undang-undang.

Namun Nurdin Basirun dinilai tidak melakukan respon cepat terhadap kosongnya posisi wagub Kepri.

Ketua AMTI Kepri, Baharudin Ahmad menjelaskan ketika Nurdin Basirun akan mengajukan nama untuk mendampinginya dalam pucuk pimpinan Provinsi Kepri justru dilakukan dengan prosedur yang salah.

Berita Rekomendasi

"Gubernur yang sekarang mengajukan dua nama untuk mengisi posisi wagub Kepri kepada DPRD Kepri tanpa persetujuan partai pengusung. Hal ini yang kami anggap menyalahi aturan dan undang-undang sehingga resmi kami laporkan ke ORI," ujar Baharudin Ahmad ketika ditemui Tribunnews.com.

Baharudin Ahmad beserta lima rekannya mengajukan laporan dengan dasar UU No 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Ia menegaskan bahwa gubernur tidak bisa serta merta melakukan keputusan sepihak mengajukan nama-nama untuk mengisi posisi wagub tanpa persetujuan partai pengusung.

"Oleh karena itu kemudian selembar berkas pengajuan nama yang diberikan gubernur langsung dikembalikan oleh DPRD Kepri karena tidak ada surat persetujuan dari partai pengusung yakni Partai Demokrat, Partai Nasional Demokrat, PKB, PPP, dan Partai Gerindra," kata dia.

"Berkas yang diberikan pun hanya selembar dan tidak didampingi dengan berkas riwayat cawagub yang menjadi kandidat," tegasnya sambil menunjukkan salinan berkas yang diajukan Nurdin Basirun ke DPRD Kepri.

Baharudin Ahmad juga menjelaskan bahwa keputusan untuk melaporkan kasus ini ke ORI setelah rombongan AMTI Kepri melakukan audiensi ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Kemendagri, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), dan Komisi II DPR RI.

"Kami sudah sejak Selasa (21/3/2017 lalu di Jakarta untuk audiensi dengan KASN sekaligus memasukkan laporan untuk diteruskan ke BKN. Selanjutnya kami bertemu staf ahli di Kemendagri dan audiensi di Komisi II DPR RI sebelum hari ini ke ORI," ujarnya.

Dalam rekomendasinya ke DPRD Kepri, Nurdin Basirun menyerahkan dua nama yang direkomendasikan menjadi pengisi posisi wagub Kepri.

Mereka adalah Isdianto dan Agus Wibowo dari Partai Demokrat.

Isdianto direstui oleh kelima partai pengusung ditambah empat kandidat lain yang juga diajukan yakni Agus Wibowo dari Partai Demokrat, Mustafa Widjaja dari PKB dan PPP, Fauzi Bahar dari Partai Gerindra, dan Rini Fitriyanti dari Nasdem.

"Jika gubernur sewenang-wenang mengajukan nama berpotensi menghadirkan gugatan hukum dari tiga calon yang dianulir," ujarnya.

"Oleh karena itu kami minta gubernur kembalikan nama kepada partai pengusung, dibicarakan bersama, baru ajukan nama kepada DPRD Kepri sesuai kesepakatan bersama partai pengusung. Itu baru prosedur yang benar," ucapnya.

Kisruh KKN di Kepri
Yang menjadi masalah bagi Baharudin Ahmad dan kawan-kawan serta masyarakat Kepri lainnya adalah kapasitas Nurdin Basirun yang dianggap belum mampu memimpin Kepri sendirian.

Kosongnya posisi wagub selama kurang lebih 10 bulan dianggap telah menimbulkan polemik di tengah masyarakat Kepri.

Terutama apa yang disebut masyarakat Kepri sebagai "Karimunisasi".

Hal itu merujuk pada dugaan praktik kolusi yang dilakukan oleh Nurdin Basirun dan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kepri dalam mengangkat aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov Kepri.

Baharudin Ahmad dan kawan-kawan menuding Nurdin Basirun pilih kasih dalam melakukan pengangkatan dan penempatan ASN Pemprov Kepri.

"Hal itu lah yang kami laporkan kepada KASN dan dilanjutkan kepada BKN. KASN sudah dua kali memberi rekomendasi kepada gubernur Kepri mengenai carut marutnya pelantikan dan penempatan ASN sehingga menguntungkan bagi pejabat yang berasal dari daerah tertentu serta membuat banyak pejabat yang tak memiliki posisi," katanya.

"Jika gubernur Kepri tak menindaklanjuti hal tersebut kami mendukung Presiden dan kementerian terkait untuk memberi sanksi kepada gubernur dan Sekda Kepri sebagai pemegang jabatan paling strategis setelah gubernur dengan kosongnya posisi wagub," jelasnya.

Sekda Kepri TS Arif Fadillah dianggapnya turut bertanggung jawab dalam kisruhnya tata pemerintahan di provinsi yang beribukota di Tanjungpinang ini.

Baharudin Ahmad mengecam pernyataan Arif Fadillah dalam sebuah acara pengukuhan Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Kabupaten Karimun, Kepri tanggal 9 Maret 2017 lalu.

Baca: Tiga Tersangka Pungli Pelabuhan Samarinda Ditahan di Polda Metro Jaya

Baharudin Ahmad menjelaskan dalam acara itu Arif Fadillah menyebut pejabat Kabupaten Karimun lebih unggul dibandingkan pejabat Pemprov Karimun.

"Pernyataan itu tidak berdasar karena Sekda tidak mempunyai indikator jelas terhadap asumsi sepihak itu. Karena menurut UU ASN jelas bahwa prestasi dinilai dari kinerja dan keahlian, bukan dari asal daerah, pendidikan saja," ujarnya.

Ia juga mengecam sistem "open bedding dan assessment" dalam penempatan pejabat di Pemprov Kepri justru menyedot banyak SDM yang juga berasal dari Kabupaten Karimun.

"Pernyataan Sekda ini justru membuat kondisi makin runyam. Sekda yang seharusnya menjadi panutan malah menimbulkan kekisruhan dan sentimen kedaerahan," kata dia.

"Kami datang ke Jakarta berharap agar lembaga tinggi negara bisa memberikan atensi kepada masalah di Kepri. Setelah ini kami masih akan berkoordinasi dengan rekan-rekan lain untuk memberitahu bahwa laporan-laporan telah kami sampaikan kepada pihak-pihak terkait," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas