Komentari Aksi 313, Kiai Ma'ruf Amin: Seharusnya Tidak Perlu Lagi Ada Demo Seperti Itu
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin berpendapat, sebenarnya tidak perlu lagi ada aksi unjuk rasa 313 yang akan digelar hari ini.
Editor: Malvyandie Haryadi
"Saya bertemu Habib Rizieq bersama Parmusi mendiskusikan 313. Mudah-mudahan Habib Rizieq bisa datang. Mudah-mudahan tidak ada yang menghalangi," ujar al Khaththath.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto sebelumnya mengimbau kepada semua pihak yang mengikuti aksi unjuk rasa pada 31 Maret 2017 atau Aksi 313 bisa berjalan dengan tertib. Aksi unjuk rasa jangan sampai mengganggu masyarakat apalagi sampai menakuti.
"Aksi unjuk rasa apapun namanya harus mengikuti aturan undang-undang yang berlaku. Penanggung jawab aksi harus memberitahukan melalui surat kepada Polri agar aksi unjuk rasa dapat berlangsung sesuai dengan aturan hukum demi menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat," ujar Wiranto.
Tidak tunduk
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Yuswandi A Temenggung mengatakan, pemerintah tidak akan tunduk terhadap tuntutan massa. Dikatakan, pemerintah melalui Kemendagri telah mengambil sikap dalam berbagai kebijakan.
KPUD, lanjut dia, telah menetapkan masa kampanye Pilkada Jakarta putaran kedua, Ahok lantas mengambik cuti hingga 15 April 2017 mendatang. "Ini negara hukum. Kami bekerja berdasarkan regulasi hukum yang ada," kata Yuswandi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan sikap pemerintah terhadap pemberhentian Ahok berdasarkan pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Sebab, dakwaan Ahok terdiri dari dua pasal, yakni 156 KUHP atau 156 a KUHP.
Berdasarkan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun. Oleh karena itu, Kemendagri masih menunggu pasal mana yang akan digunakan jaksa dalam tuntutan. (tribun/dennis/amriyono/kompas.com)