Tentukan Presiden Baru, Warga Timor Leste Antusias Gunakan Hak Pilihnya
Francisco Guterres Lu Olo berhasil memperoleh suara sebesar 57 persen dari pemilihan umum presiden di Timor Leste.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak misi perdamaian PBB meninggalkannya di tahun 2012, Timor Leste sebagai negara demokrasi termuda melakukan pemilihan presiden pada pekan lalu.
Pemilihan presiden ini merupakan pemilihan keempat sejak negara itu merdeka dari Indonesia.Meski begitu, tampaknya demokrasi yang berjalan di negara kecil ini berjalan dengan baik.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Ada delapan kandidat yang berhasil maju dalam pemilihan presiden di Timor Leste, pekan lalu.
Dua diantaranya berasal dari partai politik, yaitu Partai Demokrat dan Partai Fretilin. Sedangkan, enam orang lainnya merupakan calon independen.
Penduduk Timor Leste berjumlah 1,2 juta penduduk, yang 740 ribu warga tercatat memiliki hak pilih.
Tahun ini, pemilihan presiden terasa berbeda. Selain masa kampanye yang berjalan semarak, tahun ini muncul nama-nama lain kandidat presiden Timor Leste.
Dalam jajak pendapat sebelum pemilu, nama bekas pemimpin revolusi Fransisco Guterres Lu Olo unggul atas calon lainnya.
Ini bukan kali pertama, Fransisco Guterres Lu Olo mengikuti pemilihan presiden. Dua kali mengikuti pemilihan, namun Fransisco gagal menjadi presiden.
Guterres didukung oleh partai Fretilin dan CNRT, partai yang didirikan pahlawan kemerdekaan Xanana Gusmao. Selama kampanye, Xanana memberikan dukungan kunci pada Guterres.
Menurut Xanana, Lu-Olo merupakan sosok yang terus berjuang demi kemerdekaan bahkan saat dirinya masih berada di hutan.
“Berjuang untuk membebaskan bangsa. Saya punya cerita panjang, 24 tahun, berjuang di hutan untuk merdeka dari pendudukan Indonesia di Timor Leste. Akhirnya kita merdeka pada 1999. Sekarang saya ingin membantu membawa negara ini keluar dari kemiskinan,” kata Guterres.
Timor Leste adalah salah satu negara termiskin di dunia dimana 40 persen warganya dikategorikan kelompok miskin.
Hal ini dikarenakan negara ini sangat bergantung pada pendapatan dari minyak. Para analis mengatakan penggunaan minyak terus menerus akan membuat minyak mongering cepat.
Misi Pemantauan Pemilu Uni Eropa mengirimkan sebuah tim yang beranggotakan 35 pengamat pemilu, untuk mengawasi pemungutan suara di 10 dari 13 kota di seluruh negeri.
Ketua tim Pemantau, Izaskun Bilbao Barandica memuji pelaksanaan pemilu kali ini yang berjalan lancar dan damai.
“Warga, lembaga pelaksana pemilu, calon presiden dan organisasi masyarakat sipil, semuanya berkontribusi untuk pemilu yang damai hari ini. Di mana hak-hak universal seperti hak memilih secara bebas dan setara dihormati sesuai Konstitusi Timor Leste,” kata Barandica.
Barandica juga mengatakan proses pemilu berjalan transparan.
“Mulai dari pendaftaran pemilih dan calon presiden, pemilihan, penghitungan sampai tabulasi hasil suara, berjalan transparan dan terjamin. Selain itu juga perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan yang jadi anggota TPS juga seimbang.”
Pernyataan serupa juga diungkapkan Camilo Almeida, dosen dari Universitas Nasional Timor Lorosae (UNTL). Dia mengatakan demokrasi Timor Leste berjalan baik.
“Meski isu-isu politik kadang fokus pada konflik, rakyat Timor tidak terpengaruh. Lewat politik mereka tahu tentang sistem demokrasi. Dan sampai sekarang situasi berjalan aman,” jelas Almeida.
Setelah pemilu berjalan dengan baik, proses penghitungan suara juga telah dimulai dari senin lalu.
Berdasarkan hasil penghitungan suara, Francisco Guterres Lu Olo berhasil memperoleh suara sebesar 57 persen.
Guterres akan menjadi calon presiden pertama yang memenangkan suara mayoritas di putaran pertama pemilu, sejak Xanana Gusmao terpilih sebagai presiden pada tahun 2002.Hasil pemilihan presiden ini rencananya disahkan pada 2 April mendatang.
Penulis : Teodosia dos Reis /Sumber : Kantor Berita Radio (KBR )