Oesman Sapta Menganggap Tak Ada Ricuh di DPD
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang atau OSO menyatakan tidak ada kericuhan pada sidang paripurna DPD yang ia pimpin
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang atau OSO menyatakan tidak ada kericuhan pada sidang paripurna DPD yang ia pimpin, Selasa (11/4) siang. Selama memimpin sidang, OSO juga mengabaikan dua perempuan anggota DPD yang memprotesnya.
"Nggak ada kericuhan," ujar OSO seusai rapat sidang paripurna DPD di kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (11/4). OSO pun membantah anggapan adanya anggota DPD atau senator yang membuat kericuhan.
"Kita kan nggak ricuh, yang ricuh siapa?" katanya.
OSO menambahkan, jika ada anggota DPD yang walk out atau keluar dari ruang sidang dan membuat kericuhan, maka itu bukan tanggung jawabnya. "Nah, yang di luar jadi dipikirin," katanya.
OSO juga tak mau berkomentar tentang matinya mikrofon di meja anggota sehingga mereka tidak leluasa melakukan interupsi. Kejadian itu memicu sejumlah anggota DPD memilih walk out atau WO.
OSO membantah ada kesengajaan atas matinya mikrofon di meja anggota DPR. "Saya nggak tahu, (mikrofon) bukan urusan saya. Saya kan pimpin sidang," ujarnya.
OSO justru menyinggung anggota DPD yang tak boleh bersuara karena belum mengisi daftar hadir.
"Interupsi harus sidang dulu, harus absen dulu. Ya gimana, orang dia nggak absen, gimana mau ngomong sidang," katanya.
Sidang paripurna DPD pada Selasa siang dimulai sesaat setelah OSO tiba di gedung DPD, sekitar pukul 13.30 WIB. Saat rapat dibuka, beberapa anggota DPD mulai protes. Mereka menggugat dualisme kepemimpinan di DPD. Mereka meminta agar masalah tersebut bisa segera diselesaikan.
OSO yang duduk di kursi pimpinan sidang awalnya hanya mendengar keluh kesah anggota yang protes. OSO kemudian minta sidang diskors karena masih banyak anggota DPD yang belum hadir.
"Sebelum mulai sidang, saya melihat daftar hadir, baru 36 orang, saya pikir sidang ini perlu diskors sampai 15 menit," ujar OSO.
Setelah OSO mengetuk palu, sejumlah anggota DPD bersuara. Tanpa ada izin interupsi mereka mempertanyakan masalah kepemimpinan.
OSO pun hanya tersenyum melihat anggota DPD berteriak-teriak melakukan protes. Bahkan OSO mengingatkan waktu skors sudah lewat 15 menit. "Saya mau buka sidang ini," ujarnya.
Aksi protes berhenti ketika OSO mengajak menyanyikan lagu Indonesia Raya. Mereka berhenti berdebat dan ikut menyanyikan lagu kebangsaan.
Selesai menyanyi Indonesia Raya, beberapa anggota DPD kembali melakukan protes.
Dari sejumlah anggota DPD yang memprotes OSO, aksi dua perempuan anggota DPD cukup menarik perhatian. Keduanya adalah Nurmawati senator dari Sulawesi Tengah dan Juniwati, senator dari Jambi. Keduanya terus berbicara ketika OSO tengah membacakan pembukaan masa sidang paripurna.
OSO tidak menggubris protes yang disuarakan Nurmawati dan Juniwati. Melihat gelagat tidak berpihak dari pengendali pengeras suara, Juniwati yang mengenakan kerudung kuning pun berdiri dan berteriak untuk menyuarakan protesnya. Lagi-lagi OSO tidak menggubris protes Juniwati.
OSO kemudian menyerahkan sidang kepada Wakil Ketua DPD, Nono Sampono. "Wakil Ketua, tolong diteruskan karena suara saya sudah habis," ujar OSO.
Juniwati dan Nurmawati kemudian berdiri dari bangku lalu berjalan ke arah podium tempat OSO duduk. Keduanya, secara langsung melayangkan protes kepada OSO, terkait dualisme kepemimpinan di DPD.
OSO meminta Juniwati dan Nurmawati kembali ke kursi masing-masing. Nono Sampono yang sedang membacakan kata sambutan pembukaan sidang rapat paripurna, sempat menghentikan pembacaan sambutan. "Forum gimana? Setuju ibu-ibu kembali ke tempat dulu?" tanya Nono.
"Setuju," jawab para anggota DPD.
Nono pun mengingatkan kepada Juniwati dan Nurmawati untuk mengikuti permintaan forum agar mereka kembali ke tempat duduknya. Nono berjanji bahwa keduanya RI bisa mendapat waktu berbincang dengan OSO.
Juniwati dan Nurmawati kecewa atas keputusan dari pimpinan DPD kubu OSO. "Ini bukan pimpinan yang sah, bukan pimpinan legal," teriak Juniwati sembari berjalan ke tempat duduknya.
Seperti diberitakan, DPD mengalami kegaduhan pada rapat paripurna Senin (5/4) yang membahas pemilihan Ketua DPD. Sebagian anggota setuju ada pemilihan ketua DPD karena sudah ada tata tertib nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur bahwa masa jabatan pimpinan DPD hanya 2,5 tahun.
Namun sebagian lagi menilai tidak perlu ada pemilihan karena Mahkamah Agung (MA) sudah membuat keputusan yang membatalkan aturan soal masa jabatan pimpinan 2,5 tahun.
Pada akhirnya pemilihan tetap dilakukan. Oesman Sapta terpilih sebagai ketua, dan Nono Sampono serta Darmayanti Lubis terpilih sebagai wakil.
Namun sebagian anggota dan pimpinan DPD yang lama masih mempertanyakan keabsahan pemilihan pimpinan baru tersebut. (tribunnews/adiatmaputra fajar)