Masalah Anggaran Proyek LRT Menemui Titik Terang, Ini yang Dilakukan Pemerintah
Sebelumnya, pemerintah menetapkan proyek ini akan dibiayai sepenuhnya oleh negara. Namun, keterbatasan anggaran memaksa Presiden mengubah skema.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Masalah anggaran yang membelit proyek kereta ringan atau LRT (Light Rail Transit) kini menemukan titik terang. Proyek infrastruktur yang menjadi prioritas nasional ini membutuhkan dana lebih dari Rp 27 triliun.
Kebutuhan dana ini untuk membangun prasarana rel kereta, termasuk pembangunan stasiun mencapai Rp 23 triliun. Sedangkan, sisanya untuk penyediaan rangkaian kereta dan depo.
Namun, anggaran ini tidak bisa sepenuhnya dibiayai negara. Untuk itu, pemerintah membuka skema pembiayaan perbankan, khususnya bank pelat merah.
Dengan skema ini, pemerintah akan memberikan penyertaan modal negara kepada PT Kereta Api Indonesia selaku investor dan PT Adhi Karya selaku kontraktor.
Sedangkan, kekurangan dana sekitar Rp 18 triliun akan ditutupi bank BUMN dan PT Sarana Multi Infrastruktur. Meski begitu, hingga kini perbankan masih melakukan penghitungan kebutuhan dana kredit LRT ini.
Bank Negara Indonesia misalnya, telah menyiapkan dana hingga Rp 6 triliun. Kredit ini bisa diberikan selama tiga tahun. Apalagi untuk kredit ini bunganya dibatasi hanya 7 persen.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan proyek ini akan dibiayai sepenuhnya oleh negara. Namun, keterbatasan anggaran memaksa Presiden mengubah skema pembiayaan LRT.
Apapun alasannya, pembangunan infrastruktur tetap harus memperhatikan sumber pembiayaannya.
Tanpa perhitungan yang tepat, pembangunan infrastruktur hanya akan membuat anggaran negara jebol atau proyek terhenti di tengah jalan.
Melibatkan bank BUMN tentu bisa jadi jurus jitu. Akan tetapi, penggunaan dana bank tetap harus memperhatikan risiko. Soalnya, uang yang dikelola bank adalah uang nasabah alias uang rakyat juga.(*)