Peran Perempuan dalam Dunia Politik Jadi Wujud Nyata Cita-Cita Kartini
Anggota Komisi II DPR RI, Hetifah Sjaifudian menilai perlunya penguatan agar kaum wanita mendapat kesempatan yang lebih luas dalam bidang politik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI, Hetifah Sjaifudian menilai perlunya penguatan agar kaum wanita mendapat kesempatan yang lebih luas untuk berperan di bidang politik bangsa ini.
Hal tersebut diungkapkannya dalam acara dialektika demokrasi bertajuk “Kartini Bicara Pemilu” bersama Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) dan Perludem di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (20/4/2017).
“Kita membutuhkan lebih banyak perempuan potensial untuk masuk di dalam dunia politik dan kebijakan publik, yakni mereka yang memiliki kompetensi kepedulian dan integritas,” ujar Hetifah.
Ia meyakini, dengan peran perempuan yang lebih banyak lagi dalam dunia politik, maka akan menghasilkan produk-produk atau kebijakan yang jauh lebih baik bagi masyarakat.
Sayangnya publik Negara ini belum bisa mengakui kemampuan perempuan dalam bidang politik.
Kemunculan perempuan di dunia politik saat ini, lanjut Politisi dari Fraksi Partai Golkar, masih erat kaitannya dengan kembalinya aristokrasi lokal atau dinasti politik.
Sehingga banyak yang meragukan kesiapan perempuan untuk mendedikasikan diri di dunia politik.
Begitupun dengan partai politik yang dinilainya belum memberikan ruang yang lebih luas kepada kaum perempuan untuk berperan dalam bidang tersebut.
“Partai Politik sebagai sumber rekrutmen kader dan pemimpin juga belum sepenuhnya siap membuka ruang dan memberi afirmasi agar perempuan bisa mengejar ketertinggalannya. Masih diperlukan penguatan regulasi yang mencerminkan komitmen nasional untuk mendorong kesetaraan gender di politik,” lanjutnya.
Oleh karena itu saat ini DPR dan pemerintah sedang menyusun Undang-undang Pemilu yang nantinya akan sangat penting bagi demokrasi dan keadilan gender di politik.
Ia menilai pengaturan dalam undang-undang pemilu terkait afirmasi keterwakilan perempuan sejauh ini tidak menunjukan kemajuan yang berarti.
Itulah PR (Pekerjaan rumah-red) semua perempuan Indonesia untuk memastikan bahwa pengaturan ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar lagi kepada perempuan, tidak hanya untuk mencalonkan diri, namun juga untuk terpilih.
Sementara Direktur Perludem Titi Anggraeni mengatakan, peran perempuan dalam dunia politik bisa dilakukan di tiga jenis pemilu, yakni pemilihan presiden, pemilihan legislatif dan pemilihan kepala daerah.
Namun sebenarnya, menurutnya, keterwakilan perempuan di dunia politik bisa lebih luas dari ketiga instrumen tersebut, seperti dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilih.
“Di Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja hanya ada 1 perempuan dari 7 Komisioner. Bawaslu hanya ada 1 perempuan dari 5 Komisioner yang ada. Oleh karena itu jumlah 30 persen kuota perempuan dalam calon legislatif itu penting untuk mempengaruhi keputusan. Jadi keterwakilan perempuan itu komprehensif,” jelas Titi.
Ditambahkan Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), Dwi Septiani keterlibatan perempuan dalam dunia politik itu tidak sekedar kekuasaan, melainkan untuk menjaga equilibirium atau titik keseimbangan kehidupan.
Sebagaimana yang dicita-citakan oleh RA Kartini dalam surat-suratnya yang ingin mewujudkan cita-cita besar bagi perempuan. (Pemberitaan DPR RI)