Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terkait Kasus BLBI, KPK Diminta Usut Nama-nama yang Tertera di Audit BPK

"KPK harus segera periksa nama-nama tersebut dan proses secara hukum," ujar Yenny kepada wartawan di kantor FITRA, Jakarta Selatan, Rabu (26/4/2017).

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Terkait Kasus BLBI, KPK Diminta Usut Nama-nama yang Tertera di Audit BPK
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/4/2017). Pada konferensi pers KPK menetapkan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka berkaitan dengan kasus dugaan suap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut skandal Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bak Indonnesia (BLBI) tidak boleh berhenti dengan ditetapkannya mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Tumenggung, sebagai tersangka.

Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto berharap KPK bisa terus mengupas skandal tersebut dan menyeret obligor-obligor yang sudah disebut dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"KPK harus segera periksa nama-nama tersebut dan proses secara hukum," ujar Yenny kepada wartawan di kantor FITRA, Jakarta Selatan, Rabu (26/4/2017).

Baca: KPK Incar Tersangka Lain di Kasus BLBI

Yenny Sucipto berharap KPK tidak hanya menjerat obligor-obligor yang namanya sudah tertera di audit BPK itu dan menguras uang mereka sesuai utang yang merka miliki.

Dia berharap KPK juga mengusut jika uang tersebut diinvestasikan untuk bisnis tertentu.

"Karena ini adalah kejahatan korupsi ekonomi yang luar biasa, kami menyarankan KPK menggunakan pertanggungjawaban pidana korporasi dan pencucian uang," ujarnya.

Berita Rekomendasi

"Presiden Jokowi harus menjadi garda terdepan membongkar kejahtan ekonomi, berupa korupsi BLBI agar KPK tidak dikriminalisasi lagi,"  Yenny menambahkan.

Selain itu juga, tidak boleh dilupakan bahwa uang yang diserahkan ke obigor-obligor tersebut adalah hasi utang ke luar negeri.

Sampai saat ini Indonesia masih terbelenggu untuk membayar utang-utang tersebut, sampai Rp 7 triliun per tahunnya.

"Presiden perlu melakukan diplomasi politik ekonomi kepada negara debitur, agar dilakukan pemutihan atau penghapusan pembayaran utang," terangnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas