Cegah Monopoli, Politisi PDIP Dukung RUU Persaingan Usaha
UU No. 5/1999 cukup berhasil dilaksanakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam mengubah bisnis monopoli jadi lebih adil
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama 18 tahun, UU No. 5/1999 cukup berhasil dilaksanakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam mengubah bisnis monopoli jadi lebih adil bagi semua pelaku usaha. Tetapi dalam perjalanannya regulasi tersebut ditemukan berbagai kelemahan.
Anggota Komisi VI DPR Ichsan Yunus mendukung adanya revisi UU No. 5/1999 jadi Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal tersebut menurut Ichsan bisa memperkuat kinerja KPPU dalam membawa keadilan bagi semua pelaku usaha.
"Saat ini RUU Persaingan Usaha telah selesai dibahas dan dibawa ke Rapat Paripurna untuk berikutnya menunggu pengesahan dan pengundangan oleh pemerintah (eksekutif)," ujar politisi PDIP itu di Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Poin penting RUU Persaingan Usaha menurut Ichsan adalah definisi pelaku usaha tidak hanya dari Indonesia namun juga dari luar negeri. Selama memberikan pertumbuhan ekonomi, Ichsan yakin KPPU akan mencoba mengawasi dan memberikan rasa keadilan.
"Usaha yang berada di negara lain namun memberikan dampak perekonomian terhadap Indonesia," kata Ichsan.
Poin lainnya diubahnya rezim pelaporan merger persaingan usaha oleh pelaku usaha ke KPPU dari rezim notifikasi wajib pasca merger menjadi rezim notifikasi wajib pre merger (mandatory pre merger notification). Tujuannya, pelaku usaha sudah dapat melaporkan mergernya sejak dini sebelum berlaku efektif.
"Hal itu menghindarkan kemungkinan sebuah merger yang sudah terjadi dibatalkan KPPU karena dianggap anti persaingan yang mana hal tersebut tentu merugikan pelaku bisnis mengingat besarnya biaya untuk melakukan merger," kata Ichsan.
Poin berikutnya kata Ichsan, diperkenalkannya sistem denda administratif baru. Hal itu dapat dihitung dari persentase nilai penjualan pelaku usaha melalui persentase minimal 5 persen dan maksimal 30 persen.
"Tujuan menciptakan efek jera agar pelaku usaha berpikir dua kali sebelum melakukan pelanggaran undang-undang," jelas Ichsan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.