'Pergantian Ketua BPK Bukan Gara-gara Panama Papers'
Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali, memandu pengucapan sumpah jabatan Ketua dan Wakil Ketua BPK, Moermahadi Soerja
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sejumlah petinggi partai politik, gubernur, dan menteri di kabinet kerja turut hadir saat pengucapan sumpah jabatan Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Beberapa yang hadir antara lain, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrati, dan Ketua Umum PPP, Muhammad Romahurmuziy. Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali, memandu pengucapan sumpah jabatan Ketua dan Wakil Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara dan Bahrullah Akbar.
Ketua DPD RI yang juga Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang, Ketua DPR RI yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, yang juga hadir, terlihat duduk satu meja dengan Ketua BPK Moermahadi.
Selama ini BPK sebagai badan yang mengurus keuangan itu kental dengan aroma 'politik'. Di periode 2014-2019, setidaknya terdapat empat dari sembilan anggota BPK berlatar belakang Partai Politik. Meskipun begitu, Ketua BPK Moermahadi, menegaskan semua anggota BPK harus melepaskan diri dari Partai Politik.
"Dia masuk harus melepaskan jabatan. Ada undang-undang mengharuskan begitu. Dari partai politik memang terbuka. Mereka boleh masuk, tetapi ketika di BPK harus melepaskan," tutur Moermahadi usai pelantikan.
Untuk pengambilan suara saat sidang, kata dia, dipergunakan sistem kolektif kolegial. "Mekanisme di sidang itu tiap orang punya suara. Kami bersembilan kalau lima melawan empat kan jadi lima suara lawan empat. Jadi kita kolektif kolegial jadi nanti kita lihat saja," tambahnya.
Pengucapan sumpah jabatan Ketua dan Wakil Ketua BPK sesuai Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Moermahadi dan Bahrullah terpilih secara aklamasi di Sidang Anggota BPK yang berlangsung pada Jumat (21/4) lalu.
Moermahadi menegaskan, pergantian pimpinan BPK dari Harry Azhar Azis itu dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Sehingga pergantian tidak terkesan mendadak dan tidak terkait penyebutan nama Harry di dokumen Panama Papers.
Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua tersebut dilaksanakan oleh seluruh Anggota BPK sesuai Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh Anggota BPK, serta Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK. "Kita sudah menentukan perubahan aturan BPK mengenai tata cara pemilihan ketua dan wakil ketua," tutur Moermahadi, kepada wartawan di Gedung Mahkamah Agung, Rabu (26/4/2017).
Di dalam aturan itu, kata dia, dinyatakan jabatan ketua dan wakil ketua berlangsung selama lima tahun. Namun, dapat dilakukan evaluasi setiap 2,5 tahun kalau anggota menghendaki pemilihan.
"Kita sudah melakukan itu. Kita bukan mendadak sekarang. Dari 2014 sudah dibilang," kata dia.
Sehingga, dia melanjutkan, hasil evaluasi sembilan anggota BPK menyatakan akan dilakukan pergantian pimpinan. Kepada Harry Azhar Azis sudah dipersilakan mengajukan diri.
"Hasil evaluasi kita bersembilan menyatakan bahwa akan mengocok ulang. Silakan Pak Harry maju lagi. Saya maju lagi, kemarin begitu. Kita aklamasi. Teman-teman memilih saya menjadi ketua," ujarnya.
Di kesempatan itu, dia membantah, adanya pergantian pimpinan itu terkait dengan penyebutan nama Harry Azhar Azis di dalam dokumen Panama Papers. "Tidak ada. Jadi tidak ada terkesan ini ada sangkutpaut dengan itu," tambahnya.
Sebelumnya, mantan Ketua BPK, Harry Azhar Azis, dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Kode Etik lembaga tersebut. Dia terbukti melanggar kode etik terkait kepemilikan perusahaan di luar negeri seperti terungkap dalam dokumen Panama Papers. Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri BPK Yudi Ramdan mengatakan Harry dijatuhi sansi teguran tertulis. Ini sesuai Pasal 11 ayat 1 Peraturan BPK Nomor 4 Tahun 2016. (tribun/glery lazuardi)