KPK Harus Periksa Dana Pungutan Ekspor CPO
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta KPK memeriksa penggunaan dana hasil pungutan ekspor CPO (minyak kelapa sawit).
Editor: Dewi Agustina
Pungutan itu untuk mensubsidi industri biodiesel.
"Semua harus transparan," kata Uchok Sky Khadafi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah sebelumnya mengatakan, KPK akan melakukan pemantauan dan evaluasi atas implementasi rencana pungutan ekspor CPO.
Hal tersebut terkait dengan lemahnya tata kelola dan pengelolaan kelapa sawit yang rawan korupsi.
Dijelaskannya, komoditas kelapa sawit adalah salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia.
Sayangnya, pengelolaannya masih banyak menimbulkan masalah.
Dalam kajian tahun 2016, KPK menemukan hingga saat ini belum ada desain tata kelola usaha perkebunan dan industri kelapa sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Kondisi ini tak memenuhi prinsip keberlanjutan pembangunan.
Sehingga rawan terhadap persoalan tata kelola yang berpotensi adanya praktek tindak pidana korupsi.
Di hilir, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit belum efektif karena sistem verifikasi belum berjalan baik.
Penggunaan dana kelapa sawit, habis untuk subsidi biofuel. Parahnya, subsidi ini salah sasaran dengan tiga grup usaha perkembunan mendapatkan 81,7 persen dari Rp 3,25 triliun alokasi dananya.
Padahal seharusnya penggunaan dana terbagi untuk penanaman kembali, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi, dan riset.
Tak hanya itu, pungutan pajak sektor kelapa sawit tak optimal dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Tak efektifnya pengendalian pungutan ekspor ini mengakibatkan ada kurang bayar pungutan sebesar Rp 2,1 miliar dan lebih bayar Rp 10,5 miliar.
Tingkat kepatuhan pajak baik perorangan maupun badan juga mengalami penurunan. Sejak tahun 2011-2015, wajib pajak badan dan perorangan kepatuhannya menurun masing-masing sebanyak 24,3 persen dan 36 persen.