KPK Harus Periksa Dana Pungutan Ekspor CPO
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta KPK memeriksa penggunaan dana hasil pungutan ekspor CPO (minyak kelapa sawit).
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa penggunaan dana hasil pungutan ekspor CPO (minyak kelapa sawit).
"KPK jangan mengkaji saja tapi juga melakukan penggeledahan," kata Uchok Sky Khadafi di Jakarta.
Bahkan, kalau perlu jika kebijakan pungutan itu tidak bisa dikendalikan dan tidak ada manfaatnya bagi petani, lebih baik dihapus saja daripada memperkaya orang-orang tertentu.
Sebelumnya dilaporkan kebijakan pungutan ekspor CPO itu telah membuat petani sawit tercekik.
Jumlah petani sawit di tanah air saat ini mencapai 4 juta, mengeluhkan kenaikan pungutan itu yang dibebankan kepada petani atau dapat dikatakan pengusaha menurunkan harga beli sawit dari petani.
Uchok menilai selama ini persoalan sawit menjadi “ruang gelap” tidak terurus oleh negara yang bertujuan agar pendapatan-pendapatannya dinikmati oleh pihak-pihak tertentu saja.
"Soal pungutan itu tidak pernah diaudit, dibiarkan berantakan," tegasnya.
Seharusnya, pungutan itu harus diketahui untuk apa saja atau uang itu untuk siapa.
"Ini tidak transparan," katanya.
Menurut Uchok, hal ini bisa dikatakan sebagai penyalahgunaan wewenang atau kebijakan.
Baca: Jadi Buruan Interpol, Miryam Diminta Menyerah
Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi harus merekomendasikan Kementerian Pertanian harus menyusun rencana aksi perbaikan sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit.
"Tapi juga harus audit semuanya," sambungnya.
Pihak yang mengelola pungutan tersebut Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit dengan biaya 50 dolar AS per satu ton minyak sawit untuk kebutuhan ekspor.