Kisah Murid SD di Nias yang Mengasuh Adiknya Sambil Sekolah
"Kami berjalan selama setengah jam. Saya sendiri ngos-ngosan mendaki gunung dengan jalan tanah liat," kata Indri kepada BBC Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, NIAS - 'Anak-anak di Nias Selatan tetap semangat menuntut ilmu walaupun harus berjalan kaki jauh ke sekolah dan ada yang harus menjaga adik dan juga mengangkut kayu," kata seorang guru.
Seorang murid di SD Nias Selatan dalam dua minggu ini membawa adiknya ke sekolah karena orang tuanya bekerja di ladang karet, cerita Indri Rosidah, guru dalam Program Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T).
"Sampai hari ini dia masih bawa adiknya setelah dalam dua minggu terakhir membawanya. Adiknya tenang karena diberi makan dan setelah itu tidur," kata Indri tentang salah seorang dari lebih 190 murid."
Bersama camat dan pejabat desa setempat, mereka mengunjungi rumah muridnya, Boisman Gori.
"Kami berjalan selama setengah jam. Saya sendiri ngos-ngosan mendaki gunung dengan jalan tanah liat," kata Indri kepada BBC Indonesia.
"Orang tua Boisman mengatakan kalau kami tidak ke ladang, bagaimana kami bisa mencari makan, dan bapaknya terkadang merantau," tambahnya.
Indri mengatakan kondisi rumah keluarga Boisman 'lumayan' dibandingkan dengan rumah murid-murid lain dengan 'atap seng dan lantainya semen, tapi tetap merupakan keluarga tak mampu'.
Unggahan Indri tentang Boisman melalui akun Instagramnya banyak menuai pujian tentang anak berumur 11 tahun ini.
Kamu telah membuktikannya nogu
"Ini anakku yang bernama Boisman Gori... Dia sangat menyayangi adiknya, terlihat dari cara dia memperlakukannya. Sering sekali di sela-sela KBM, aku melihat Boisman memeluk dan mencium kepala adiknya dengan gemas," tulis Indri.
"Dengan jarak antara rumah dan sekolah yang bisa dibilang jauh dan mendaki gunung (jauh untuk saya pribadi dan dekat kata mereka), dia dengan sabar dan penuh keceriaan menggendong adiknya yg menggemaskan. Saya kira untuk seorang anak kelas 5 SD tak mampu melakukannya."
"Tapi kamu telah membuktikannya nogu (anakku)... para penerus bangsa yang masih semangat mengenyam pendidikan dengan segala keterbatasannya."
Indri mengatakan sebagian murid-murid SD lainnya berjalan ke sekolah sampai lebih dari satu jam dan 'tetap bersemangat tinggi'.
"Semoga kamu jadi anak pintar ya sayang terharu aq (aku) liat mu dek," tulis Diana_pungki_waruwu menanggapi unggahan Indri.
Sementara melalui halaman Facebook BBC Indonesia, akun atas nama Roos Lina menulis, "Ya ALLAH baru ini saya liht (lihat) kakak sehebat dia.. msih kecil tdk malu bw (tidak malu bawa) adiknya ke sekolah," dan Uti Maria mendoakan keberhasilan Boisman, "Smg (semoga) anak-anak ini sukses dan berjaya untuk menuntut ilmu amiin."
Kesadaran rendah di Morowali
Data dari Kemendikbud menunjukkan Program Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) -program yang diterapkan sejak enam tahun lalu- periode 2016/2017 diikuti oleh 3.000 sarjana yang baru lulus, tersebar di 56 kabupaten.
Guru muda lain, Novim Aivianita Hanifi, yang ditempatkan di Morowali Utara, Sulawesi Tengah, mengatakan keterbatasan menuntut para guru untuk kreatif.
"Papan tulis darurat ini digunakan ketika kami mengadakan tambahan belajar (les) untuk anak2 didik kami di rumah. Karena keterbatasan fasilitas, sebagai seorang guru sm3t kami diharuskan berpikir sekreatip mungkin. Salah satunya adalah dengan membuat papan tulis darurat," cerita Novim.
Novim juga mengatakan listrik hanya menyala sekitar empat jam mulai pukul 18 di desa penempatannya.
Bila di Nias Selatan, anak-anak bersemangat tinggi, di desa Ueruru, Bungku Utara, Morowali, kesadaran menuntut ilmu sangat kurang.
"Kesadaran akan pendidikan sangat kurang. Rata-rata di penempatan saya ini, mereka hanya lulusan SMP. Tingkat pengangguran tinggi. Anak mudanya hobi beradu ayam, pakai pil, dan miras," cerita Novim.