Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dianggap Halangi Penyidikan Kasus e-KTP, ICW Desak KPK Panggil Fahri Hamzah

Peneliti Indonesia Corruption Watch Donal Fariz menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa memanggil Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Dianggap Halangi Penyidikan Kasus e-KTP, ICW Desak KPK Panggil Fahri Hamzah
Amriyono Prakoso/Tribunnews.com
Fahri Hamzah 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa memanggil Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.

Hal ini menyusul laporan sejumlah pegiat antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Hak Angket KPK.

"KPK bisa melakukan pemanggilan terhadap Fahri. Jadi kami berharap KPK sesegera mungkin menelaah laporan yang kami sampaikan dan melakukan pemanggilan terhadap Fahri Hamzah," kata Donal Fariz dalam jumpa pers di Kantor ICW di Kalibata Timur, Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Fahri Hamzah menjadi pimpinan sidang saat DPR memutuskan meloloskan hak angket.

Tindakan Fahri tersebut dianggap Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Hak Angket KPK sebagai perbuatan menghalangi penyidikan KPK atas perkara korupsi e-KTP.

Menurut Donal, Fahri Hamzah diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun bunyi pasal itu adalah, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000 paling banyak Rp 600.000.000".

Berita Rekomendasi

Bukan hanya itu, Donal menilai hak angket terhadap KPK merupakan upaya menghalangi penyidikan korupsi e-KTP secara sistematis. Karena itu KPK diharapkan menindaklanjuti laporan pihaknya terhadap Fahri.

"Tentu kami berharap KPK berjalan sesuai proses meneliti laporan dari masyarakat, menelaah, dan memanggil yang bersangkutan," ujar Donal.

Sejumlah organisasi pegiat anti korupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Hak Angket KPK melaporkan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah ke KPK pada Selasa (2/5/2017) lalu.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu dilaporkan atas dugaan tindak pidana menghalang-halangi proses hukum penyidikan tindak pidana korupsi e-KTP yang sedang ditangani KPK.

"Kami melaporkan saudara Fahri Hamzah ke KPK dengan dugaan tindak pidana menghalang-menghalangi penyidikan atau yang dikenal obstruction of justice. Pasal yang kami laporkan diduga melanggar Pasal 21 UU Tipikor," ujar Donal.

Pegiat anti korupsi yang melaporkan Fahri di antaranya Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Pemantau Legislatif (Kopel), dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Oce Madril menyatakan, ada beberapa hal yang mendasari koalisi melaporkan Fahri.

Pertama, Fahri diduga melakukan tindakan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum kasus e-KTP yang sedang ditangani KPK.

Fahri diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

"Kami menilai tindakan saudara Fahri Hamzah dalam pemimpin rapat hak angket waktu itu bagian dari baik langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi, mencegah, merintangi proses perkara e-KTP yang dilakukan KPK," kata Oce.

Oce menilai, tindakan Fahri tidak hanya mengganggu proses penyelidikan e-KTP juga bisa berdampak pada proses penyelidikan kasus korupsi lain yang ditangani KPK.

"Karena upaya hak angket mau tidak mau mempengaruhi KPK," ujar Oce.

Oce melanjutkan, hak angket yang digulirkan juga sudah keliru dan bertentangan dengan Pasal 79 Undang-Undang MD3. Pengambilan hak angket menurut dia cacat prosedural.

"Tindakan pengambilan keputusan ketok palu yang tiba-tiba bertentangan dengan UU MD3 dan tatib (Tata Tertib) DPR. Ini yang kami laporkan ke KPK," ujar Oce seraya mengatakan, keputusan Fahri yang menyetujui hak angket secara sepihak itu tidak lepas dari konflik kepentingan.

Hal ini karena ada pimpinan DPR yang namanya disebut pada kasus e-KTP.

"Jadi tidak bisa konteks ini dilepaskan dengan apa yang dilakukan saudara wakil ketua DPR saudara FH ketika dia buru-buru melanggar prosedur, melanggar UU MD3," ujar Oce.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menanggapi santai soal pelaporan dirinya ke KPK dan MKD DPR RI.

"Ya enggak apa-apa (dilaporkan). Itu kan hak semua orang," kata Fahri.

"Semua orang boleh menggunakan haknya, tapi semua penggunaan hak kita itu menunjukan siapa kita," lanjut dia.

Namun, Fahri mempertanyakan anggapan publik yang menilainya menghalang-halangi proses hukum kasus e-KTP. Terlebih, pihak yang marah justru dari unsur LSM.

"Yang merasa terhalangi siapa? Kenapa saya kritik KPK yang marah LSM? Saya curiga LSM ini kongkalikong," tuturnya.

Jika hak angket nantinya tetap berlanjut ke tingkat Panitia Khusus (Pansus), ia berencana membuka semua informasi yang dimilikinya.

"Saya ingin membuka satu relasi, pola yang tidak sehat yang tercipta di masyarakat kita sehingga penciptaan imajinasi soal korupsi menjadi tidak rasional," tuturnya.

"Misalkan siapa yang mendapat dana untuk setiap hari yang memuji KPK, itu saya tahu dan ada datanya," kata Fahri. (rik/kps)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas