Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Konsorsium PNRI Ajukan Adendum Kontrak E-KTP Agar Tetap Dapat Bayaran Walau Tidak Capai Target

Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) mengusulkan sembilan kali perubahan atau adendum kontrak untuk disetujui.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Konsorsium PNRI Ajukan Adendum Kontrak E-KTP Agar Tetap Dapat Bayaran Walau Tidak Capai Target
TRIBUNNEWS/ERI KOMAR SINAGA
Sidang lanjutan proyek e-KTP di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (4/5/2017). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) mengusulkan sembilan kali perubahan atau adendum kontrak untuk disetujui.

Usulan tersebut diajukan agar konsorsium PNRI mendapatkan pembayaran atas hasil pekerjaannya.

Usulan diajukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto bersama Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Irman.

Adendum tersebut harus dilakukan karena konsorsium PNRI tidak dapat memenuhi target minimal pekerjaan sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak.

Karena hasil jelek tersebut, PNRI seharusnya tidak dapat menerima hasil pembayaran.

"Tentunya untuk menyesusikan kendala atau perubahan yang ada," kata Direktur Utama Perum PNRI, Isnu Edhi Wijaya saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

Berita Rekomendasi

Isnu berkelit ketika ditanya Jaksa KPK Abdul Basir apakah adendum tersebut sudah sesuai dengan klausul syarat di perjanjian induk.

Menurut Isnu, pihaknya hanya mengusulkan adendum dan kemudian disetujui Pejabat Pembuat Komitmen, dalam hal ini adalah Sugiharto.

"Kami waktu itu hanya sampaikan adendum dan disetujui PPK," kata dia.

Isnu Edhi mengungkapkan adendum tersebut tidak untuk mengubah spesifikasi yang telah ditetapkan.

Namun, untuk menyesuaikan target yang tidak bisa mereka capai.

"Kemungkinan seperti itu," kata dia.

"Agar anda terima pembayaran?" tanya jaksa Abdul Basir.

"Iya," jawab Isnu Edhi.

Dalam dakwaan terdapat sembilan adendum kontrak e-KTP.

Akan tetapi, Isnu mengatakan hanya mengikuti sampai adendum uang keenam karena tidak lagi menjabat direktur utama Perum PNRI.

Adendum pertama adalah Sugiharto menurunkan syarat target minimal pekerjaan untuk dapat dilakukan pembayaran.

Kemudian adendum kedua adalah pengurangan volume pekerjaan pengadaan perangkat keras dan lunak untuk kabupaten/kota tahun 2011.

Adendum ketiga adalah menyetujui dan menerima hasil pekerjaan konsorsium PNRI meskipun belum memenuhi target pekerjaan tahun 2011.

Adendum keempat mengubah cara pembayaran yang lebih menyesuaikan dengan hasil pekerjajan konsorsium PNRI.

Adendum kelima memecah ruang lingkup pengadan blanko KTP bebasik chip.

Adendum keenam adalah memperpanjang jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang senula sampai dengan tanggal 31 Oktober 2012 diperpanjang sampai 31 Oktober 2013.

Adendum ketujuh adalah memasukkan nomor Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2013.

Adendum kedelapan adalah memperpanjang batas waktu pekerjaan yang semula 31 Oktober 2013 diperpanjang sampai 31 Desember 2013.

Sementara adendum kesembilan mengubah volume pekerjaan yang harus diselesaikan konsorsium PNRI dan tahapan pembayaran.

Irman dan Sugiharto kini duduk menjadi terdakwa.

Irman adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri.

Sementara Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen.

Negara diduga menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari anggaran Rp 5,9 KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas