Polda Metro Jaya Mengimbau Aksi GNPF MUI Tak Turun ke Jalan
Sekitar 10 ribu massa akan berpartisipasi pada aksi besok. Mereka meminta hakim kasus penodaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kepolisian Daerah Metro Jaya mengimbau aksi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada Jumat (5/5/2017) tak mengganggu ketertiban dengan jalan kaki dari Masjid Istiqlal ke Mahkamah Agung.
"Kami mengharapkan tidak adanya turun ke jalan atau long march," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Kamis (4/5/2017).
Sekitar 10 ribu massa akan berpartisipasi pada aksi besok. Mereka meminta hakim kasus penodaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, memberikan hukuman yang setimpal. Aksi dilakukan seusai Salat Jumat. Aksi diharapkan tak mengganggu ketertiban umum.
"Karena bisa mengganggu ketertiban umum dan nanti seandainya ada warga yang akan melahirkan, nanti terhambat. Ada orang sakit parah, lewat situ terhambat. Kami harap tak turun ke jalan," kata Argo.
Pihak kepolisian memberikan opsi kepada massa aksi. Nantinya, ada kendaraan operasional yang disiapkan untuk membawa perwakilan massa untuk bertemu dengan perwakilan MA.
"Kami memberikan solusi ada perwakilan ada peserta aksi untuk menuju ke gedung MA. Nanti polisi memfasilitasi, nanti kami siapkan kendaraan untuk diantar ke gedung MA. Nanti pengirim pesan dan penerima pesan bisa berkomunikasi dan bisa kita pertemukan," jelas Argo.
Polda Metro Jaya menyiagakan 15.000 personel untuk mengamankan jalannya aksi unjuk rasa. Pihak aparat berharap, aksi unjuk rasa berjalan tertib, tidak melakukan kegiatan yang bertentangan norma hukum. Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Tim Kuasa Hukum GNPF MUI, Kapitra Ampera mengatakan, perwakilan massa akan berdialog dengan pimpinan Mahkamah Agung.
"Minta MA mengawasi majelis hakim supaya independen," ujar Kapitra saat dihubungi wartawan, Selasa (2/5/2017).
Aksi massa menuntut hakim menghukum Ahok berdasarkan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Bukan sesuai tuntutan Jaksa yang menjerat Ahok dengan Pasal 156 KUHP yang berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
"Meminta hakim menghukum berdasakan pasal penodaan agama, bukan dengan pasal penodaan golongan. Itu saja," ucap Kapitra.