Politikus PDIP: Vonis Ahok Ekspresi Kebencian, bukan Keadilan
Politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari sedih menyaksikan vonis Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari sedih menyaksikan vonis Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sebab, majelis hakim seperti mendapatkan tekanan massa saat memvonis dua tahun kepada Ahok dalam kasus penodaan agama.
"Hakim sama semangatnya seperti tekanan massa, menghukum ahok di luar tuntutan jaksa. Vonis Ini merupakan ekspresi kebencian bukan keadilan bagi pesakitan atau korban," kata Eva melalui pesan singkat Rabu (10/5/2017).
Eva melihat hakim menggunakan wewenang independen untuk memvonis dengan memihak penuntut yang telah gagal membuktikan tuduhan di pengadilan. Apalagi, kata Eva, saksi yang memberatkan justru jadi rujukan.
Menurut Anggota Komisi XI DPR itu, keputusan hakim merupakan kemunduran bagi demokrasi, karena keadilan dikorbankan dengan pasal penistaan agama yang selalu mengorbankan kelompok minoritas atas tuntutan mayoritas.
"Ini akan jadi preseden buruk bagi kualitas demokrasi yang akan datang terutama bagi prinsip negara bangsa yang tidak mengenal agama atau suku mayoritas versus minoritas," kata Eva.
Eva tambah prihatin karena kasus Ahok juga menegaskan posisi hukum yang sudah dipakai pula untuk kontestasi dalam pilkada. Selain politisasi agama termasuk pemakaian masjid untuk kampanye untuk mengalahkan Ahok.
Timses Ahok-Djarot itu khawatir, legitimasi Indonesia sebagai barometer demokrasi di Asean berkurang karena kasus pilkada DKI dan diperburuk oleh putusan pengadilan.
"Politisasi SARA hanya akan membawa kemunduran demokrasi termasuk potensial dampaknya bagi kemajuan kesejahteraan," kata Eva.
"Jika Ahok yang tidak berniat saja dihukum bui, kita menunggu apakah hakim akan berlaku yang sama pada kasus-kasus penistaan yg dituduhkan kepada tokoh-tokoh FPI penggerak kriminalisasi terhadap Ahok?"tanyanya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri Jakarta memerintahkan agar menahan terdakwa penodaan agama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Perintah tersebut karena Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penodaan agama.
"Memerintahkan terdakwa ditahan," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Dwiarso, saat membacakan amar putusan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5/2017).
Pada sidang vonis, majelis hakim memvonis Ahok pidana penjara dua tahun.
"Menyatakan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu pidana penjara dua tahun," kata Dwiarso.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.