Usai Jatuhkan Vonis Ahok, Ketua Majelis Hakim Mendapatkan Promosi Jabatan
Dwiarso Budi Santiarto, Ketua Majelis Hakim yang menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Ahok, mendapatkan promosi jabatan.
Penulis: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dwiarso Budi Santiarto, Ketua Majelis Hakim yang menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mendapatkan promosi jabatan.
Berdasarkan informasi mutasi dan promosi dari laman situs resmi Mahkamah Agung (MA), Kamis (11/56/2017), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu dipromosikan menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.
Sementara, posisi Dwiarso di PN Jakarta Utara digantikan oleh Cakra Alam yang kini menjabat sebagai Ketua PN Makassar, Sulawesi Selatan.
Bukan cuma Dwiarso, sejumlah hakim anggota yang memimpin sidang dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok itu juga mendapatkan promosi jabatan.
Jupriyadi, misalnya, dipromosikan menjadi ketua Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Sedangkan Abdul Rosyad turut mendapatkan promosi jabatan sebagai hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Jambi.
Promosi jabatan tersebut berdasarkan hasil rapat Tim Promosi dan Mutasi (TPM) Mahkamah Agung (MA) tertanggal 10 Mei 2017.
Ini berarti promosi ditetapkan setelah jatuh vonis 2 tahun penjara untuk Ahok pada 9 Mei 2017 di auditorium Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.
Bagaimana rekam jejak Dwiarso Budi Santiarto?
Menjelang penanganan sidang Ahok, Tribunnews sempat membahas mengenai sosok Dwiarso.
Menurut Humas PN Jakut, Hasoloan Sianturi pada Desember lalu, kredibilitas Dwiarso sangat mumpuni.
"Tentu kalau menjadi ketua di sini (PN Jakut) sudah pasti bagus. Sehingga pimpinan (pihak Mahkamah Agung) menempatkan beliau di Kelas 1a Khusus," kata Hasoloan di PN Jakut, Jalan Gajah Mada no 17, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2016).
Dwiarso sebelumnya pernah memimpin sejumlah pengadilan negeri di beberapa daerah.
"Beliau ketika tahun 2014 merupakan Ketua PN Semarang. Pernah juga di Depok. Kemudian pada bulan Juli 2016 dilantik dan langsung mengikuti Lemhanas," ujarnya.
Kasus yang Pernah Ditangani
Cukup banyak kasus besar yang ditangani oleh Dwiarso ketika dirinya menjabat sebagai Ketua PN Semarang.
Dari catatan Tribunnews.com, pada bulan April tahun 2014, Dwiarso menangani kasus Mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang, Asmadinata.
Asmadinata terbukti bersalah karena telah ikut serta melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama dengan Heru Kisbandono dan Kartini Marpaung.
Atas perbuatannya, Asmadinata diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta atau setara dua bulan kurungan.
Selain itu, lulusan magister Universitas Gajah Mada ini pernah menangani kasus Mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani.
Rina terlibat korupsi penyalahgunaan bantuan subsidi perumahan dari Kementerian Perumahan Rakyat kepada Koperasi Serba Usaha (KSU) Kabupaten Karanganyar pada 2007-2008 dan tindak pidana pencucian uang.
Setahun berikutnya, pada tahun 2015, Dwiarso menangani kasus Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, atas sengketa lahan seluas 237 hektar di Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan (PRPP) Jawa Tengah.
Pengadilan Negeri Semarang mengabulkan gugatan perdata PT Indo Perkasa Usahatama (PT IPU) selaku pihak penguggat.
Ganjar dinyatakan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan sertifikat Hak Pengolahan Lahan (HPL) di atas lahan tersebut.
Kendati demikian, Majelis Hakim hanya mengabulkan sebagian gugatan PT IPU. Adapun gugatan materiil dan immateriil sebesar Rp 1,6 triliun yang dimohonkan PT IPU tidak dikabulkan Majelis Hakim.
Hakim Beberkan Hal yang Memberatkan Ahok
Majelis hakim membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan vonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama.
Untuk hal memberatkan, kata hakim, Basuki atau Ahok tidak merasa bersalah dalam kasusnya ini.
"Maka dipertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, terdakwa tidak merasa bersalah," ujar hakim dalam persidangan di Kementerian Pertanian, Ragunan, Selasa (9/5/2017).
Selain itu, perbuatan Ahok juga dinilai menimbulkan keresahan dan memecah umat Islam.
Perbuatan Ahok juga disebut berpotensi memecah umat dan golongan.
Untuk hal yang meringankan, Ahok dianggap bersikap sopan dan kooperatif selama proses persidangan.
Selain itu, Ahok juga tidak pernah dihukum sebelumnya.
Sebelumnya, hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Ahok.
"Menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama dan menjatuhkan penjara selama 2 tahun," ujar hakim.
Vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan jaksa.
Jaksa sebelumnya menuntut Ahok dengan hukuman 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun.