Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terdakwa Suap: Saya Mengaku Bersalah dan Tidak Minta Vonis Bebas

Pada sidang tersebut, terjadi sedikit kesalahpahaman antara Adami Okta dan Penasehat hukumnya.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Terdakwa Suap: Saya Mengaku Bersalah dan Tidak Minta Vonis Bebas
KOMPAS IMAGES
Dua terdakwa mantan pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/5/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa suap Direktur PT Merial Esa Muhammad Adami Okta mengaku bersalah dan menyesal telah turut serta menyuap pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) terkait proyek pengadaan monitoring satelit tahun anggaran 2016.

Adami Okta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

"Saya mengakui semua kesaahan saya, saya sangat menyesal sekali atas perbuatan saya," kata Adami Okta saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).

Pada kesempatan tersebut, Adami Okta juga mengucapkna rasa terimakasihnya karena telah dijadikan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator pada kasus tersebut.

Baca: Terbukti Suap Pejabat Bakamla, Suami Inneke Koesherawati Dituntut 4 Tahun Penjara

Pada sidang tersebut, terjadi sedikit kesalahpahaman antara Adami Okta dan Penasehat hukumnya.

Saat membacakan nota pleidoi penasehat hukum, salah satu kuasa hukumnya meminta majelis hakim agar memvonis bebas Adami Okta.

BERITA REKOMENDASI

"Saya mengakui kesaalahan saya. Saya tidak minta bebas," kata Adami Okta membetulkan penasehat hukumnya.

Selanjutnya, Majelis Hakim akan membacakan sidang putusan untuk terdakwa Adami Okta dan terdakwa Marketing PT Merial Esa Hardy Stefanus pada Rabu 17 Mei 2017.

Sebelumnya, Adami Okta dan Hardy Stefanus dituntut dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Keduanya terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasla 64 ayat 1 KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan kedua.

Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Edi Susilo Hadi yang menerima uang senilai Rp 2 miliar dari Adami Okta dan Hardy Stefanus. Eko Susilo adalah Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla sekaligus Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Bakamla tahun 2016.


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas