Arkeolog Indonesia Kampanyekan Pentingnya Kebhinekaan Lewat Warisan Nusantara
Penyelenggaraan pilkada di beberapa wilayah terutama di ibu kota mengusik kesadaran masyarakat akan hal mendasar sebagai bangsa Indonesia
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyelenggaraan pilkada di beberapa wilayah terutama di ibu kota mengusik kesadaran masyarakat akan hal mendasar sebagai bangsa Indonesia.
Perbedaan karena pilihan politik harusnya tidak perlu sampai memecah belah perbedaan.
Untuk itu Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) ikut mengkampanyekan pentingnya kebhinekaan dengan mengingatkan nilai-nilai budaya dan asal usul atas kesimpangsiuran informasi.
"Dimulai dengan keprihatinan kami terhadap situasi masyarakat, sekarang yang menjadi galau karena situasi politik," kata ahli arkeologi dan epigrafi Pusat Arkeologi Nasional, Titi Surti Nastiti dalam seminar merajut kebhinekaan di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (16/5/2017),
Menurutnya, kurangnya pengertian sebagian masyarakat soal kebhinekaan saat ini belum sampai tahap mengkhawatirkan. Namun jika tidak dipupuk mulai sekarang, bukan tidak mungkin pehamanan tersebut lama-lama menghilang.
"Ini mungkin akibat kurangnya pengertian mereka terhadap kebhinekaan yang punya sejarahpanjang. Kebhinekaan itu sendiri dimulai dengan datangnya manusia yang bermigrasi ke Indonesia. Dan bagaimana terlihat secara genetik terjadi pembauran mengenai bangsa Indonesia ini demkian juga budayanya," kata Titi.
Lebih lanjut dirinya berharap bahwa pengertian berpolitik dengan landasan keberagaman harus kembali digalakkan.
"Karena seperti sekarang mungkin dangkalnya Bhineka Tunggal Ika itu sendiri yang memang sudah ada sejak masa prasejarah puluhan ribu tahun yang lalu. Bagaimana kita terbentuk dari kebhinekaan dan mungkin skrg jarang yg memahami seperti itu," kata Titi.
Titi menjelaskan, perbedaan yang semula berdampingan menjadi berhadapan. Hal itu mungkin muncul karena minimnya rasa saling menghormati.
"Bahwa kita sekarang menjadi kamu dan kami. Jadi tidak ada lagi kata kita perbedaan pendapat, perbedaan politik itu yang menjadikan perbedaan," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.