Termasuk Kejahatan Luar Biasa, KPK Ingin Delik Korupsi Berada Diluar KUHP
Saut menuturkan sejarah pembentukan KPK karena ketidakefektifan dan keefisienan pemberantasan korupsi.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.
Oleh karenanya, KPK tetap menginginkan bahwa delik korupsi harus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan pihaknya telah berpendapat sejak lama serta tidak berubah mengenai tindak pidana korupsi.
"Belum ada perubahan, kan tadi ditunda. Kalau usulan kita ya seperti yang kita sampaikan. Kalau dari KPK sih kita bicara soal extra ordinary crime," kata Saut di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/5/2017).
Saut menuturkan persoalan tersebut tidak terkait pelemahan KPK.
Namun, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara efisien dan efektif.
Saut menuturkan sejarah pembentukan KPK karena ketidakefektifan dan keefisienan pemberantasan korupsi.
“Karena itu lahirnya UU (Undang-undang) KPK. Itu UU Tipikornya saja diperbaiki dahulu," kata Saut.
Saut mengatakan efisiensi pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan memasukkan kesepakatan dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) terkait aturan jual beli pengaruh (trading influence), privat sektor dan lainnya.
“Sebenarnya itu sudah cukup,” katanya.
Tetapi, Saut menyadari KPK bukanlah lembaga pembuat UU, tetapi penegak hukum.
“Kami law enforcement, we are not lawmaker. Jadi, apa pun produknya kalau mau efisien itu dikeluarkan dari KUHP,” kata Saut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.