Koalisi Masyarakat Sipil Minta Jokowi Tolak Penambahan Kursi DPR
"Rinciannya terdiri dari gaji, tunjangan, kendaraan dinas, staf ahli, dana reses, dan rumah aspirasi,"
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah elemen masyarakat menyatakan sikap menolak penambahan kursi DPR.
Penambahan kursi tersebut kini sedang dibahas di DPR dan telah disepakati Pansus RUU Pemilu dan Kemendagri.
"Pansus RUU Pemilu dan Kemendagri sudah menyepakati penambahan kursi DPR dari 560 menjadi 575. Total penambahan 15 kursi," ujar Kordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR), Sunanto di kawasan kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu, (11/6/2017).
Menurut Sunanto pihaknya menolak penambahan kursi di DPR karena penambahan tersebut tidak menggunakan parameter yang jelas dalam distribusinya.
"Tidak akuntabel mengenai bagaimana kursi akan dialokasikan ke provinsi," katanya.
Selain itu, menurutnya penambahan anggota DPR semakin membebani keuangan negara.
Dengan penambahan tersebut, biaya yang dikeluarkan negara bertambah menjadi Rp 59 miliar.
"Rinciannya terdiri dari gaji, tunjangan, kendaraan dinas, staf ahli, dana reses, dan rumah aspirasi," katanya.
Penambahan kursi di DPR juga menurut Sunanto akan melemahkan sistem presidensial.
Penambahan jumlah kurssi akan memudahkan pemakzulan presiden.
"Penambahan itu juga semakin menjauhkan konsep bikameral yang setara dan juga melemahkan sistem presidensial karena Presiden mudah di-impeach," katanya.
Karena itu, koalisi masyarakat kawal RUU pemilu meminta presiden menolak poin pembahasan dalam RUU tersebut.
Beban biaya penambahan anggota DPR tersebut sebaiknya dialihkan untuk program pembangunan.
"Karena sangat tidak produktif jika dibandingkan uang Rp 59 miliar itu digunakan untuk pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur yang masih belum merata," katanya.