Irman: Saya Betul-betul Menyesal Menjadi Dirjen, Saya tidak Menikmati
Irman tiba-tiba berhenti berbicara dan mengusap air mata. Irman tak mampu menahan tangis saat mengutarakan rasa penyesalannya.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ruang sidang utama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, mendadak hening sebelum Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar mengetuk palu tanda berakhirnya persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Senin (12/6/2017).
Di akhir persidangan, Jhon memberikan kesempatan bagi kedua terdakwa untuk mengutarakan hal-hal yang belum sempat diungkapkan di muka persidangan.
Kesempatan itu digunakan Irman, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, untuk mengutarakan rasa penyesalan.
"Saya betul-betul menyesal menjadi Dirjen. Jadi Dirjen saya tidak menikmati," ujar Irman.
Irman selalu tampak tegar dalam setiap persidangan. Namun, kali ini Irman tiba-tiba berhenti berbicara dan mengusap air mata. Irman tak mampu menahan tangis saat mengutarakan rasa penyesalannya.
Dengan suara sedikit parau, Irman mengatakan menuntaskan proyek pengadaan e-KTP demi kepentingan nasional adalah cita-citanya.
Namun dalam perjalananan, ia selalu mendapat tekanan yang luar biasa besar.
Irman mengaku mendapat intervensi baik dari Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini, maupun dari Komisi II DPR RI.
Menurut Irman, hal-hal tersebut yang membuatnya terpaksa mengikuti arahan untuk melanggar aturan.
"Semua perbuatan salah yang saya lakukan tentu saya sangat sesali. Saya sangat menyesal, karena sejak awal saya ingin proyek e-KTP ini berlangsung dengan benar," kata Irman.
Dalam kasus ini, Irman dan bawahannya, Sugiharto, didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun dalam proyek e-KTP.
Baca: Sugiharto Titipkan Uang Rp 12 Miliar kepada Ibunda Miryam
Menurut jaksa, kedua terdakwa diduga terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.
Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.
Senada dengan Irman, Sugiharto juga menumpahkan penyesalan saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sugiharto berharap ada keringanan hukuman dari majelis hakim.
"Saya menyesal, Pak. Saya mengakui kesalahan saya. Saya mohon keringanan untuk saya," ujar Sugiharto dengan suara lirih.
Pantauan Tribun, suasana persidangan dua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Irman dan Sugiharto, kontras.
Irman menjawab setiap pertanyaan dengan tegas dan jelas. Pengunjung sidang pun terlihat serius mendengar jawaban Irman.
Sementara, Sugiharto menjawab pertanyaan dengan terbata-bata. Bahkan, kerap kali Sugiharto mesti mengulang jawaban.
Pengunjung sidang pun terkadang melepas tawa usai mendengar jawaban Sugiharto.
Suasana santai di persidangan terlihat saat Jaksa penyidik KPK mempertanyakan sumber dana yang diterima Sugiharto dari proyek pengadaan e-KTP.
Sugiharto mengaku, hasil dari proyek pengadaan e-KTP hanya bisa dibelikan mobil Honda Jazz.
"Uang yang itu saya belikan Honda Jazz. Sekarang Honda Jazz nya di KPK," ujar Sugiharto diiringi tawa.
Tawa Sugiharto ini memicu tawa peserta sidang lainnya.
Jaksa lalu kembali bertanya kepada Sugiharto. Kali ini Jaksa mempertanyakan sumber dana yang diperoleh Sugiharto.
"Dari gaji saya, Pak," ujar Sugiharto.
"Lho kok dibagi-bagikan, kenapa gajinya?" tanya jaksa.
"Ya... bagi-bagi saja Pak. Biar semangat. Kan kita harus sering berbagi," jawab Sugiharto yang disambut tawa peserta sidang. (dit/kps)