KPK Sita CCTV dan Dokumen di DPRD Mojokerto
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan di DPRD Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (18/6/2017) kemarin.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan di DPRD Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (18/6/2017) kemarin.
Ini terkait kasus dugaan suap pemulusan pengalihan anggaran hibah PENS (Politeknik Elektronik Negeri Surabaya) menjadi anggaran Program Penataan Lingkungan pada Dinas PUPR Mojokerto, tahun anggaran 2017 yang ditangani KPK.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan dari hasil penggeledahan penyidik menyita sejumlah dokumen dan kamera pengawas atau CCTV yang diduga terkait dengan kasus ini.
"Hasil geledah, dokumen dan CCTV dengan dipelajari dan dianalisis oleh penyidik," ucap Febri, Senin (19/6/2017).
Sayangnya Febri masih enggan menjelaskan kaitan dokumen dan CCTV tersebut dalam kasus ini. Termasuk dokumen apa saja yang disita penyidik.
Selain menggeledah kantor DPRD Mojokerto, penyidik KPK juga menggeledah Kantor Dinas PUPR Kota Mojokerto.
Penggeledahan ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pimpinan DPRD Kota Mojokerto pada Jumat (16/6/2017) malam.
Dari OTT tersebut, KPK mengamankan enam orang. Setelah pemeriksaan dan gelar perkara, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PDIP, Purnomo; dua Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto yakni, Umar Faruq dan Abdullah Fanani; serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mojokerto, Wiwiet Febriyanto.
Sementara dua orang lainnya yang sempat diamankan diduga sebagai perantara suap dan saat ini masih berstatus sebagai saksi.
Sebagai tersangka pemberi suap, Wiwiet disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberntasan tipikor sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, tiga pimpinan DPRD Mojokerto yang menjadi tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.