Olly Dondokambey Ngotot Namanya Tak Ada di Surat Tuntutan Terdakwa Kasus Korupsi e-KTP
Olly tak ambil pusing jika JPU Komisi Pemberantasan Korupsi tetap meyakini dirinya menerima uang haram tersebut.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey bersikeras namanya tidak lagi terdaftar dalam penerima uang korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dalam surat tuntutan terdakwa Irman dan Sugiharto.
Olly mengaku dirinya hanya disebut menerima uang dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto.
"Tidak ada nama saya. Dakwaan ada tapi tuntutan (nama) saya tidak ada," kata Olly usai diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong di KPK, Jakarta, Selasa (4/7/2017).
Olly mengaku tidak ambil pusing jika memang jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi tetap meyakini dirinya menerima uang haram tersebut.
Kata Olly, mengenai penerimaan uang tersebut sudah dijelaskan di pengadilan saat bersaksi untuk Irman dan Sugiharto..
"Biarkan saja," kata bekas wakil ketua Badan Angggara DPR RI itu.
Saat diperiksa di pengadilan, Olly mengakui adanya pengawalan anggaran di Badan Anggaran DPR RI terkait proyek KTP elektronik (e-KTP). Pengawalan sengaja dilakukan agar orang yang mengawal mendapatkan proyek senilai Rp 5,8 triliun itu.
"Pengertiannya ada orang kawal supaya dia dapatkan proyek itu," kata Olly Dondokambey saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Jaksa Penuntut Umum KPK Abdul Basir kemudian mencecar Olly terkait aliran uang ke Badan Anggaran DPR. Olly tercatat sebagai Wakil Ketua Badan Anggaran DPR periode 2009-2013.
Olly mengaku pernah mendengar adanya uang tersebut namun tidak pernah melihatnya.
"Cerita itu ada di mana-mana, tapi saya tidak pernah lihat ada barangnya," kata Bendahara Umum DPP PDI Perjuangan itu.
Dalam surat tuntutan Irman dan Sugiharto, disebutkan Andi Narogong sebagai pihak yang memberi uang kepada Olly, Melchias Mekeng (Ketua banggar), Mirwan Amir (Wakil Ketua), dan Tamsil Linrung (Wakil Ketua).
Mekeng dapat 1,4 juta dolar AS, Mirwan 1,2 juta dolar AS, sedang Tamsil 700 ribu dolar AS. Negara dihitung menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari nilai anggaran Rp 5,9 triliun.(*)