Indikasi Korupsi Kuat, Pelindo II Tak Layak Perpanjang Kontrak JICT
Kaasus JITC menunjukkan lemaahnya tata kelola perusahaan Pelindo II, padahal Dirut Pelindo II Elvyn G Masassya menyatakan perseroannya taat azas
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Apung Widadi, menilai laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada Hutchison menunjukkan indikasi korupsi yang kuat dan teguran keras bagi Pelindo II
Perpanjangan JICT sudah digarap 5 tahun sebelum kontrak jilid I selesai.
Faktanya Pelindo II, Hutchison dan Deutsche Bank sebagai konsultan keuangan melanggar Undang-Undang dan merugikan keuangan negara Rp 4 triliun.
"Ini kan indikasi korupsinya kuat. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus segera ambil alih," kata Apung Kamis (14/7/2017).
Apung mengatakan, sejak awal, Pelindo II harusnya tidak terlalu gegabah perpanjang kontrak JICT dengan Hutchison apalagi pemilihan mitranya tanpa proses lelang.
Kasus JICT jadi sorotan lemahnya tata kelola perusahaan (GCG) Pelindo II, padahal digembar-gemborkan Direktur Utama Pelindo II Elvyn G Masassya perseroannya sangat taat azas dan beralasan perpanjangan kontrak JICT merupakan warisan Direksi lama.
"Jangan (Elvyn) jadikan alasan. Ini kan jelas laporan (audit investigasi) dan indikasi korupsinya. Perpanjangan JICT jelas tidak layak dijalankan oleh Pelindo II. Ini merampas masa depan aset nasional dan gadaikan BUMN," ucap Apung.
Juru Bicara BPK Yudi Ramdan sebelumnya mengatakan, Audit investigatif BPK menemukan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 4,08 triliun dalam perpanjangan kontrak kerja sama JICT.
"Hasil audit tak memiliki batas waktu kedaluwarsa, tapi akan segera masuk ke otoritas hukum,” katanya.
Selain kasus JICT, BPK juga segera memeriksa kasus perpanjangan Terminal Petikemas Koja kepada Hutchison, kasus global bond Pelindo II dan pembangunan pelabuhan New Priok.